Wednesday, April 09, 2008

Menjelang Siang

Menunggu untuk keberangkatan, pada sebuah fokus yang ingin disyahdukan dengan linangan dan menggamitnya menjadi totalitas untuk penyerahan. Aku ingin menjamahnya dengan keseluruhan nadi dan memasukinya dengan putih bathin dan melontarkan sejuta bait tentang kefanaan yang didapatkan. Tentang nilai yang diperoleh, tentang garis yang digoreskan, pada batas ini, pada tepi ini ketika pantai tak menawarkan apapun kecuali debur ombak.

Akan kukatakan pada bayu di ketinggian atas awan, aku berangkat untuk menyampaikan, aku berangkat untuk mengatakan, aku berangkat untuk menceritakan. Bahwa lagu yang kusandingkan dengan kehangatan nadi hati adalah untuk menyatakan, bahwa aku tidak bersemangat melanjutkan. Dan hanya pada sejumlah dialog kusampaikan dengan kesamaan pandang, aku tidak ingin melanjutkan halaman, aku tidak ingin membaca lanjutan cerita, aku tidak ingin melanjutkan langkah.

Halaman buku yang kubaca adalah untuk menggantikan semua corak pandang tentang sebuah warna rutinitas yang menjadikan langkah jalan di depan seperti menanti hujan yang tak kunjung reda. Tetapi itu lebih baik ketimbang menawarkan berita tanpa isi sembari memandang wajah autis yang menari tanpa irama yang jelas. Dan sejumlah bingkisan yang disampaikan adalah untuk memberikan aura bahwa kesepahaman adalah bangunan yang apik untuk disejajarkan dengan kesetaran peran dan kesamaan pandang.
*****

Kuingin pastikan dengan senandung
Kuingin yakinkan dengan dengan lantunan
(Untuk sampai pada jalan searah saja)

Sudah kusampaikan
Sudah kuutarakan
Sudah kuceritakan
Bahwa halte di depan adalah yang terakhir
Bahwa persimpangan di ujung adalah usai
(Untuk sampai pada sehasta dekapan)

Bersiap pada seuntai andaikata
Berlari pada sejumput seandainya
Berdiri pada sebuah sinar lembayung
Bersila pada sebutir asa akhir

Bacaan adalah cerminan
Untuk menggali yang belum tercetus
Untuk menawar yang belum dibeli
Untuk mengais yang belum terbuang
Untuk menampung yang belum tercecer.
*****