Wednesday, July 02, 2008

Selat Sunda

Berjalan diatasmu adalah menggelar biru sepanjang mata memandang tanpa kedip karena engkau adalah pujian itu. Engkau adalah pujian itu dan sekaligus pujaan. Ya pujian yang tak bertepi, ya pujaan yang tak terkira sampai kemudian merapatlah kembali menuju etape perjalanan berikutnya. Engkau adalah anugerah yang hanya bisa dibaca dengan melipat hati dan kembali menengadahkan wajah ke langit luas tak berkesudahan, dimana bersemayam pendiri kedaulatan akidah.

Engkau pula yang mampu menepis keangkuhan manakala sejuta persoalan menjelajah hati sempit dan menyilangkan pandangan tak berwarna, tak berasa. Engkaulah gelombang indah itu, gelombang yang memisahkan, gelombang yang menyejukkan, gelombang yang mampu menghijaukan hati dan membuang sampah arogansi pada sejumlah plastik yang bergoyang di permukaan riak.

Pada sejumlah titik kehijauan pulau di depan, adalah itu yang memberikan makna, pada keinginan untuk berlari menuju. Berlari melintasi, berlari mengarungi dan membalas segala rindu untuk dikupas dan dipasang kembali pada bingkai hati yang dahaga untuk disiramkan pada embun pagimu.

Embun pagimu adalah sepoi-sepoi itu
Embun pagimu adalah sinar mentari senja gempita
Embun pagimu adalah alunan riak yang menyapu dinding ferry
Embun pagimu adalah kesejukan menawarkan episode etappe
Embun pagimu adalah siraman biru menyentuh aura