Wednesday, March 26, 2008

Safari Timur

Cerah hari mengawali langkah bersama menuju timur yang lama tak disapa. Dan sepanjang jalan adalah memainkan irama dengan nyanyian keteduhan sembari terus memacu dan mengejar. Dan usai pula sehari perjalanan ke Sby dengan sambutan hujan deras yang membasahi kota. Akhirnya sampai jua ketika rasa ingin menyapu sejumlah asumsi untuk dicapai dan dijelajah.

Sambutan adalah kesenjangan ketika harus menjaga waktu untuk menanti. Tetapi bukankah tidak harus menepikan warna kebersamaan ketika pada saatnya bersua dengan cerah hati dan cerah ucap. Semua berjabat dan kehangatan adalah menu yang digambar bersama celoteh tak sua sekian halaman. Dan keasyikan berbagi suasana mampu meminjam hasrat yang lama tak ditorehkan. Waktu jua yang mendatangkan nilai persaudaraan dan waktu jua yang menghabiskan jalinan cerita.

Seingat hari, adalah nilai perjalanan yang membuat semangat untuk bertemu dengan sejumlah argumen, membawa kafilah dan menyapa dengan seruputan teh hangat menjelang senja. Dan cerita sesudahnya adalah menceritakan kisah tak sua sekian jilid sampai mata memerah tak lagi mendengarkan.
*****

Adalah kesejukan yang menerpa ketika sampai di taman bunga dan buah pegunungan. Sekedar berjalan sembari menapak tilas Batu, bahwa aku pernah kesini, dan kini menyapa kembali bersama, memandang seluas mata memandang, hijau segar, sejuk rasa, sejuk aroma. Kemudian berjalan lagi dan menghabiskan hari dengan Jatim Park yang memesona. Kubiarkan semua lepas, semua menjajakan gairah, ada tornado, ada kumpulan koleksi, ada gemericik, dan semua yang menyaksikan adalah kesegaran membagi waktu untuk kepuasan bermain, berjalan dan menjelajah.

Menikmati hidangan menjelang terbenam matahari, mengganti rasa lelah dengan menyantap hidangan ikan bakar di ruang yang ramai dan menyenangkan. Sebuah sajian yang cepat dan lezat menuntaskan rasa lapar dan menggantinya dengan kecupan rasa yang bernilai sembilan, cepat dan nikmat. Semua tertawa, semua puas, dan kembali dengan kecepatan penuh. Tak lupa menyisir pinggiran lumpur fenomenal, luar biasa, dan merasakan suasana yang mencekam, melewati barisan rumah tak berpenghuni, tak beratap, menyisakan kepedihan karena aliran lumpur panas itu.

Malam dibentang dengan lanjutan perjalanan, kali ini melewati utara dengan asumsi lebih cepat. Dan rute perjalanan tak sengaja melewati WBL, yang jadi omongan itu, besar, megah dan menjanjikan keinginan untuk datang. Ya ada waktu khusus untuk datang pada saatnya, setidaknya rute yang dilewati sudah bisa diukur, tinggal membagi waktunya saja. Dan pagi menjelang, purnalah rangkaian perjalanan lengkap yang menyenangkan.
****

Sunday, March 16, 2008

Perjumpaan Tidak Harus

Ada perjumpaan yang mengharukan menjelang Subuh ketika pelukan hangat dari seraut wajah tua nan letih menyambut di pintu kehangatan. Rindu bunda untuk menatap, rindu rasa untuk mengadu, rindu kata untuk diucap. Disongsong dan diceritakan tentang suasana dan keseksamaan. Ya itulah kesederhanaan ketika kucoba meyakinkan untuk berangkat bersama, tidak jua harus ada persetujuan dengan mempertimbangkan renta dan kesudahan.

Mengalir cerita tentang titik simpang, tentang penyudahan pada simpul yang dirajut tanpa benang, tanpa sulam. Mengalir cerita tentang penyelesaian tanpa harus terikat lagi karena memang tak ada hirarki yang harus dituju. Dan Bunda mengerti, memahami dan menyapa dengan kelembutan hati. Berangkatlah dengan kesendirian itu dan mohonlah segala tumpahan untuk diceritakan pada rumah suci keakbaran.

Perjumpaan tidak harus pada sebuah argumentasi. Walaupun keinginan untuk berjalan beriringan menjelajah pusat keharibaan yang senantiasa dirindukan adalah jalinan mimpi yang tertayang pada saat menerawang. Tapi itulah bunda, tak harus jua dengan persetujuan karena renta adalah keinginan yang menjadi tak ingin untuk harus, cukuplah dengan tafakkur dan sujid tahajjud dinihari. Duh betapa beningnya suara bunda menyapa dan memeluk hangat diriku dan menjalinkan kalimat untuk dicerna pada kamar hati. Betapa argumen itu memberikan ketulusan pada sikap untuk tidak harus karena matahari sudah mendekati horizon. Doa bunda selalu menyertaimu, kalimat yang mampu menjalankan semangatku untuk kembali dengan senyum. Duhai bunda.

Aku pulang sendirian
Aku berangkat sendirian
Aku menjelajah sendirian
(wajah istri pun berbinar untuk mengantar dan menghampiri)
*****