Tuesday, November 25, 2008

Nur Imaji

Melukis tentang kamu adalah kegairahan tanpa awal yang (inginnya) mengalir seperti bening embun di lembah Merbabu. Sebab keniscayaan yang terpampang adalah keinginan untuk menjanjikan pita merah jambu pada sebuah gaun malam yang disemayamkan, pada raut wajah yang absurd, ketidaknyataan yang diaduk dengan ketidakpastian pada adonan tema yang dikumadangkan di bibir hati.

Yang kutahu adalah tentang keanggunan, tentang kearifan yang dibungkus dengan selendang keindahan berkerudung hijau muda, segar, seperti dedaunan pohon bukit asri yang meminta cahaya matahari pagi. Juga tentang kesederhanaan dan keberpihakan pada definisi obyektif tentang persepsi yang dikalimatkan dengan santunnya sejumlah kata yang dilayarkan di kaca monitor. Hanya itu, selain itu adalah silhoute yang tak ingin kunyatakan dengan sketsa karena bisa saja tidak sebanding dengan aroma yang kau sebarkan.

Maka engkau bisa ( sangat ) nikmati hari-harimu dengan khusyuk
Maka engkau bisa ( jadi ) menerbitkan kalimat replay untuk menyegarkan suasana
maka engkau bisa ( wajib) menerjunkan argumenmu yang cerdas nilai

Dan
Nikmati hari-hari cerdasmu dengan keyakinan
Nikmati harimu dengan bintang
Nikmati perjalananmu dengan hati-hati
Nikmati suasana ruangmu dengan hati

Semoga kelak menjadi bintang
Semoga kelak menjadi aura
Semoga kelak menjadi cahaya
Semoga kelak menjadi nur yang menghangatkan
Semoga

Ketika Tuhan memperlihatkan Kepemimpinan Yang Bijaksana

Barrack Hussein Obama terpilih secara mutlak menjadi presiden AS awal bulan Nopember ini, dan seluruh dunia menyambut dengan sukacita, bahkan Iran sebagai musuh nomor satu AS melalui presiden Ahmadinejad pagi-pagi sekali sudah mengucapkan selamat kepada Obama. Mengapa mayoritas penghuni permukaan bumi bulat bundar ini begitu heboh, begitu bersemangat mengikuti episode demokrasi paling meriah ini. Jawaban terangnya menjawab tuntutan hati nurani yang standar normanya sama, sama-sama muak dengan gaya kepemimpinan presiden sebelumnya yang arogan, diskriminatif dan cenderung diktator.

Nah, sekarang cobalah sejenak kita pandang wajah beberapa pemimpin negara yang menjadi “piaraan” AS selama ini setelah digantikan lebih dulu. Perdana Menteri Australia Kevin Ruud, atau Perdana Menteri Inggris Brown. Keduanya memiliki raut wajah yang tenang, gaya bahasa yang santun dan lebih sering mendengar daripada mengucapkan bahasa diplomasi bergaya hiperbol. Lihat jua si winner Obama, muda, enerjik, cerah, gigi bersusun putih rapi, menebar senyum penuh semangat, lincah dan bergairah. Lalu, bandingkan dengan Bush atau Howard atau Toni Blair. Dari wajahnya saja sudah mencerminkan citra kepemimpinan yang angkuh, merasa jagoan, bergaya cowboy, mengabaikan yang lain, standar ganda dan menzalimi berjuta orang.

Kalimat menzalimi itu lebih pas disematkan pada Bush yang merasa menjadi polisi dunia. Ironisnya ketika dia bersiap-siap lengser, diperlihatkan dengan nyata dan tragis bagaimana negeri adi daya itu lunglai dihantam krisis finansial yang membuatnya tak berdaya. Krisis terburuk sepanjang abad ini sejatinya adalah perbuatan Amerika sendiri sehingga ketika forum G-20 yang dilaksanakan baru-baru ini hampir semua negara Eropa terutama Perancis ingin “menghukum” Amerika yang membuat negara lain ikut menanggung derita.

Ketika si wajah flamboyan Bill Clinton mengakhiri jabatannya, dia mewariskan negara itu sebagai negara kaya raya, kemakmuran yang berkelimpahan dan masyarakat AS yang digdaya, gemar belanja, tak suka menabung, benar-benar menikmati hidup dengan sempurna. Nah ketika Bush berkuasa selama delapan tahun dengan style militan, beberapa kejadian tragis menimpa negeri itu yang mengakibatkan struktur ekonomi dan kekayaan negeri Paman Sam itu berangsur-angsur bangkrut. Sebut saja penghancuran gedung kembar WTC, perang Irak, perang Afganistan, perang melawan teror, konflik dengan Iran adalah ongkos ekonomi biaya tinggi. Seakan semuanya menjadi deret hitung dan dipungkasi dengan krisis finansial yang luar biasa. Cerita sejarah yang masih segar itu dalam bahasa religi adalah teguran sang Pencipta atas kepemimpinan yang tidak bijaksana.

Persoalan harga minyak misalnya, ketika menyentuh $ US.147 per barel beberapa bulan lalu, berapa milyar ummat manusia yang menjerit merintih sementara segelintir manusia kapitalis tertawa terbahak-bahak meraup keuntungan berlipat-lipat. Harga minyak yang normal menurut kalkulasi OPEC berkisar antara $ US 65-70 dipatahkan dengan senjata psikologis melalui asumsi-asumsi made in rekayasa dengan kondisi Teluk, dengan badai di Teluk Meksiko, dengan serangan teror di Nigeria. Yang ngomong itu kan makelar minyak, dan siapa sih makelar minyak paling akbar di muka bumi ini, semua sudah tahu. Nah sekarang sekali lagi tangan Tuhan ikut bermain di dalamnya dengan mengembalikan posisi harga minyak itu disekitar harga normalnya. Caranya-sekali lagi tentu tidak dengan logika eksakta, caranya tentu tidak dengan asumsi buatan manusia. Tuhan punya cara sendiri dan sangat mudah bagiNya untuk merubah sesuatu yang mustahil menjadi kenyataan.

Tuhan hanya ingin menegaskan : Sesungguhnya Aku tidak menyukai orang-orang yang melampau batas. Maka dengan sentuhan ayat populer Innama amruhu izza arodha syaian ayyakulalahu kun fayakun. Masuk diakalkah ketika hanya dalam hitungan minggu harga minyak jatuh sampai lebih dari setengahnya. Terakhir menyentuh $ US 50. Dan itu adalah jawaban dari doa orang-orang yang dianiaya secara universal di jagat ini. Mudah saja kan, dan logika cara pandang manusia jarang-jarang mengaminkan cara pandang Sang Khalik yang dipertontonkan itu. Meskipun begitu untuk yang satu ini Tuhan masih memaklumi karena rasa sayangnya pada milyaran ummat manusia yang menderita di muka bumi akibat ulah segelintir makhluk rakus berwajah kapitalis.

Masih ingat jua kan ketika badai tsunami menghantam Aceh ketika ribuan orang telah tewas akibat konflik berdarah selama puluhan tahun. Dalam bahasa agama, ini juga sebuah solusi untuk kesempurnaan cara hidup damai di lembaran hari berikutnya. Bayangkan, betapa sulitnya mendamaikan formula di bumi serambi Mekkah itu. Kekerasan dibalas dengan kekerasan sehingga menimbulkan korban yang tidak sedikit. Pernahkan juga diangankan ketika bencana itu usai dengan korban ratusan ribu orang, kedamaian menerbitkan berkah di bumi Aceh. Subhanallah, begitu perkasanya cara Engkau menyelesaikan konflik tanpa harus mengumumkannya, tanpa harus menyuratinya, hanya menyiratkan saja, itu pun bagi orang-orang yang memikirkannya.

Ketika petinggi junta militer Myanmar menghantam ribuan demonstran termasuk didalamnya ratusan Bikshu, dan melakukan sapu bersih penangkapan dan penyiksaan, bukankah itu cermin arogansi yang sangat mencengangkan dunia. Bukankah Bikshu itu seorang yang sangat dekat dengan Tuhannya. Bukankah yang disiksa itu rakyatnya sendiri, bukankah yang dihalau itu mereka yang ingin menyampaikan ketidak adilan. Dunia hanya bisa menyeru tapi tidak bisa bertindak lebih jauh. Maka sekali lagi tangan Tuhan memperlihatkan keperkasaannya dengan menyapu seluruh delta Irawady yang subur melalui badai tropis paling menghancurkan. Seratus limapuluh ribu orang tewas, hilang tersapu badai. Bukankah itu juga salah satu tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang memikirkannya.

Beberapa akhir ayat dalam Al Quran membahasakan kalimat dengan santun namun syarat makna: Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaanNya bagi orang yang memikirkannya. Renungan religi dengan mengedepankan bahasa hati akan menjawab semua fenomena bahwa menikmati kehidupan di bumi Allah ini adalah membawa misi pertanggungjawaban karena makhluk yang bernama manusia itu adalah khalifah yang memimpin bumi. Sementara para pemimpin yang diamanahkan oleh sekelompok ummat atau rakyat adalah pilihan berdasarkan mekanisme untuk melaksanakan amanah dan tanggung jawab kepemimpinan yang diembannya.

Pemimpin adalah promotor sekaligus motor untuk menggerakkan dinamika yang bernama organisasi mulai dari organisasi level rendah sampai level tinggi, bisa dalam bentuk organisasi perkantoran, organisasi militer, bisa pula dalam bentuk organisasi kenegaraan. Gerak langkah organisasi yang dikomandoi oleh pemimpin akan memberikan gaya yang berbeda satu sama lainnya. Ada yang memiliki style flamboyan, ada yang tegas dan lugas, ada juga yang mengedepankan kebersamaan untuk maju bersama. Tetapi tidak sedikit yang hanya menyanjung ke atas berrmental hipokrit.

Apa pun itu, amanah yang dilakukan seorang pemimpin adalah bagian dari catatan harian yang kelak akan dipertanggungjawabkan. Sejatinya adalah mampu memberikan korelasi antara nilai manfaat dan kemaslahatan bagi sumber daya dan goal. Jika yang diutamakan hanya goal jadilah seperti Bush, Blair atau Howard. Proses mencapai tujuan dilanggar dengan tidak menghormati norma proses yang berkaitan dengan instink kultur, perilaku dan mentang-mentang. Dalam kacamata demokrasi mereka lengser secara bijaksana karena memang sudah harus turun dan itu juga salah satu wisdom yang diperlihatkan dalam kebijaksanaan Tuhan. Walaupun coretan cerita tentang sikap aniaya mereka ketika memimpin adalah dosa horizontal yang disumpahi banyak orang.

Pesan singkatnya sederhana saja, jadilah pemimpin yang mengayomi, bersikap bijaksana, tidak berpihak, tidak melakukan diskriminasi, standar ganda sehingga akan menjadi keberkahan nilai hidup dan pahala bathin yang dipadankan dengan sejarah catatan kepemimpinan. Bukankah hidup ini hanya menjalankan amanah, tanggung jawab setelah itu kembali menuju keabadian. Bukankah pertanggungjawaban kepemimpinan adalah penceritaan testimoni dari perilaku yang diperlihatkan selama kepemimpinan. Bukankah itu atas nama hati nurani, bukankah itu atas nama bahasa hati. Dan hanya suara hati yang bisa menjawab dan mengamininya.-