Thursday, October 25, 2007

Ruang Siar

Ruang pandang adalah terminal yang mampu mengedepankan hiruk pikuk dan kesibukan ketika perspesi yang dibangun adalah menyaksikan pertunjukan peran. Ruang pandang yang disiarkan adalah stasiun yang mampu menyiarkan artikulasi diskusi ketika penafsiran menjadikan titik bernama garis. Dan itulah ruang yang dapat dipancarulangkan manakala sejumlah adegan mempertontonkan laku lajak yang disemayamkan pada sejumlah pin bernama lakon.
Hari ini ruang yang diperdengarkan dan disiarkan adalah menyaksikan lakon sektoral yang memainkan episode rutinitas bernama sisi argumen tanpa mampu mencairkan kesetaraan. Begitu, dan ketidaksetaraan yang disebarkan adalah menyanyikan lagu yang tidak dapat dijelaskan dengan interpretasi apapun. Itulah, dan sesungguhnya kompleksitas yang dikedepankan adalah mencoba mengajak ulang dan melangkah ulang, yang sudah dilakukan berulang tetapi sayangnya tidak jua merubah paradigma, seperti biasa, telunjuk lurus kelingking berkait.
***
(Met ultah ananda, dirayakan, semarak, ikut serta, bersenandung dan menyatakan rasa sayang yang menyejukkan, makasih ya Pa, katamu)
***

Wednesday, October 24, 2007

Cerita Batas

Ketika batas menjadi iringan langkah, apakah kemudian semua akan memberikan titik kulminasi di sisi ini, adakah yang mampu memberikan ruang pandang bagi sejumlah asa yang telah diseberangkan lebih dulu. Sejumlah asumsi dibungkus dan diceritakan melalui hipotesa dan sejajar dengannya, dikumandangkan pada sebuah pagi, pada sebuah siang dan menutup reffnya dengan lagu hati yang bercampur aduk.
Ketika cerita batas dikemukakan, adalah dia yang menjadikan sejumlah siar menjadi kumpulan titik yang bernilai noktah. Dan ketika batas itu menjadi catatan yang harus dilalui, apakah kemudian persepsi yang dibangun menjadi setali tiga uang pada sebutan yang mengemuka : tutup saja dengan sebuah pintu.
Tidaklah dia mampu memberikan sekuntum senyum manakala matahari apalagi matahati tak jua memberikan kesegaran taman bunga. Dan oleh itu ada sebungkus tulisan yang selalu dinafikan bahwa perjumpaan yang memberikan sorot pijar hangat menjadikan nilai meleleh sampai di aspal nadi. Dan lewatlah sebuah kesempatan, dan lewatlah sebuah batas yang hendak diceritakan.
(Mempersiapkan perjalanan panjang, mengiringi jalinan yang diasah ulang, semoga menjadi asa baru yang menyetarakannya dengan kedamaian bunda).
(Thanks for As yang selalu concern dengan hari-hari penting, dan menjadi catatan yang bernilai souvenir).
****
****

Sunday, October 21, 2007

Fitri

Fitri
Bersenandung
Bertakbir
Bernyanyi
Riang hati
Riang nadi
Berjumpa
Bersalaman
Bersendagurau
Berkumpul
Hingar bingar
Menjelajah
Menghampiri
Menyatakan
Bermaafan
Bermacet ria
Berbarengan
Luar biasa
Menikmati
Menyelesaikan
Menuntaskan
Fitri
Betapa genggaman itu

Thursday, October 11, 2007

Menjelang

Menjelang akhir
Ketika sinar mata indahmu memastikan sudah
Ketika sesungging senyummu menyudahi pesona
Ketika langkah panjangmu mencapai halte akhir
Ketika sapaan lembutmu membelai relung hati

Menjelang sore
Ketika sinar mentari memberikan makna sampai
Ketika sinar matahati menyatakan sesampainya disana
Ketika naluri diri mengatakan ada saat di persimpangan
Ketika jumpa tidak lagi menjadi headline jawaban

Menjelang malam
Ketika rembulan enggan memastikan sinar
Ketika bintang mempesona dan menggaris langit
Ketika bayu menyentuh pipi di tepi perjumpaan
Ketika embun belum menjalankan hakekat malam

Menjelang dinihari
Catatan tentangmu adalah argumentasi terkini
Catatan tentangmu adalah menafsirkan jemari lembut
Catatan tentangmu adalah memastikan keindahan
Tentang sinar mata indahmu
Tentang aura laku sikapmu
Tentang semua yang mematri pada sunggingan senyum

Duhai dimanakah engkau
Duhai dimanakah dirimu
Duhai dimanakah pelabuhan senyumku
Duhai dimanakan terminal jumpaku
Duhai.......
*****

Wednesday, October 10, 2007

Nilai

Sebuah nilai adalah persetujuan tentang definisi yang dijaring dengan perhitungan indikator dan mengulumnya dengan sulaman predikat. Tetapi apakah kemudian bisa menjadi pendongkrak asesories yang telah dipatri dan telah menjadi sebuah nisan bertuliskan ” Telah beristirahat dengan tenang sebuah argumen pembenaran dengan asumsi hanya sebatas maksimal itu”. Itulah yang kemudian diusung, dibawa dan disanjung menjadi sebuah pencitraan yang sejatinya adalah ukuran satu dimensi yang disponsori subyektivitas peran. Dan yang lebih menjadi sosok tampilan adalah mengunci pada nilai sebutan yang diselipkan pada apa yang disebut sistem dan sistematis. Dua benda yang menjadi landas landing ketika ternyata setelan nilai sudah digantung pada dinding berlapis triplex, dan dijajakan.

Sejauh itulah yang menjadi lagu pencatat hari, dan sejauh itu pula ritme dan referensi yang tidak mampu menjalankan perubahan predikat dan hanya berada di pusaran angin. Bagaimana menjelaskan pada sinar bening yang mengantar di gerbang depan, setiap hari, dengan keyakinan yang meneguhkan asa, kalau ternyata hanya berada pada barisan tanpa komando, layaknya sebuah perjalanan menuju halte rutinitas. Jawaban kebeningan itu adalah memastikan siang ini dengan menyelesaikan lagi 1 juz sebagai sebuah nilai yang melebihi hakekat kesementaraan itu. Ya hanya sebuah kesementaraan yang selalu menjadi tolok ukur dan hanya sebatas ukuran satu dimensi yang menjadi barometer. Padahal jika menggalinya lebih dalam lagi akan kelihatan bahwa rangkaian nilai itu adalah sebuah istana pasir di pantai landai. Sayangnya pula, ukuran itu selalu disematkan pada dada dan menyampaikannya sebagai definisi.
****

Monday, October 08, 2007

Khusyuk, Jelajah

Memimpin itu adalah mengaduk aroma dan mempimpin tarawih Senin malam ini adalah mengaduk adonan itu. Bagaimana hati ingin memberikan suasana kekhusyukan sembari menghitung jumlah rakaat demi rakaat dan bacaan dengan tartil yang benar. Namun itu bukanlah sesuatu yang baru, hanya karena ini malam ke 27 aku ingin menyentuhnya dengan nilai lebih yang dapat kuperbuat. Dan ketika memulai itu semua kupasrahkan bahawa aku ingin memelukMu, aku ingin mendekapMu. Dan lantunan ayat kukumandangkan dengan membawa rasa hati yang mengaduk aroma, betapa sesungguhnya Engkau dekat dengan kalbu, Engkau dekat dengan dada, Engkau dekat dengan wajah.

Subhanallah, persaksian di masjid bersejarah ini adalah untuk yang kesekian
Alhamdulillah, persaksian di masjid tua ini adalah untuk malam yang kesekian
Allahu Akbar, persaksian di masjid kebanggaan ini adalah untuk tahun yang kesekian
Engkau menyaksikan
Hamba menyelesaikan
Dan sekujur diri menyambut jabat tangan dengan teduh dan syahdu
****

Jelajah minggu adalah pengisian ruang harpa
Untuk melantunkan kesucian ayat
Dan menyentuhnya dengan semangat dekapan hati.
Betapa isian ini yang mampu menyibak tirai
Untuk tetap ada di barisan teguh
Untuk tetap ada di jembatan kukuh
Untuk tetap ada di marka rengkuh

Sementara
Jelajah warna adalah isian yang mencari
Tuk sekedar menjajakan kesiapan menyambut
Dan mengalirinya dengan jemputan sore menjelang
Sembari berkata dalam hati :
Duhai betapa jelajah yang menyentuh
Duhai betapa jelajah yang mengurai
Menyampaikan pesan pada sejumlah mata
Bahwa aku adalah sinar mata itu
*****

Berbagi, Menikmati

Berbagi waktu untuk mempersiapkan
Berbagi waktu untuk menyelesaikan
Berbagi waktu untuk mendapatkan
Berbagi waktu untuk menyambut

Dan menuntaskan rencana adalah bagian dari penyisiran hari ini
Ketika bersama membagi langkah untuk mempersiapkan
Ketika sambutan menjelang yang harus dijemput dengan fitri
Setidaknya asesories yang diarungi adalah memperindah nuansa

Dan Sabtu pun menjadi sesibuk semua
Dan Sabtu pun menjadi senandung bersama
Dan Sabtu pun menjadi episode yang berbagi

(Matahari terik tidaklah menjadi penghalang ketika matahati mampu memberikan cakupan persemaian pada apa yang disebut sebuah janji yang harus dituntaskan hari ini).
*****

Ketika buka sebuah situs adress penting Jumat pagi ini, kusimak sebuah tulisan panjang tentang tema terkini yang lagi digebyar. Dan setelah kusimak beberapa saat sembari meyakinkan, ternyata ada bagian dari tulisanku yang disisipkan di tulisan panjang itu. Kuulang lagi dan semakin kuyakinkan bahwa ada cuplikan tulisanku yang menjadi beberapa paragraf. Bercampur rasa didalamnya dan tentu merupakan kebanggaan sendiri ketika pendapatku, pandanganku menjadi bagian dari tema yang diceritakan, menjadi bagian dari sebuah judul yang menghantar solusi bagaimana seharusnya. Dan tidak perlu jua aku memberikan respons kembali, cukuplah si penulis merasakan bahwa dia telah mengikutsertakan sudut pandangku tentang sebuah tema, dan tak perlu jua menyatakan bahwa itu adalah bagian dari paragraf yang dicuplik dari sebuah judul tulisanku.

(Menikmati religi Jumat di Masjid kebanggaan, teduh dan sejuk. Mampu memberikan keluasan hakekat dan kedalaman nuansa. Semua kusimak dan memberikan secangkir kenikmatan manakala rimbunan jamaah mengiringi suasana religi. Masjid yang agung, masjid yang akbar, fenomenal dan monumental setidaknya dalam pandanganku, memberikan ruang apresiasi yang meninggi dan melambung).

Thursday, October 04, 2007

Buka Bareng

Nilai silaturrrahmi petang ini adalah membuka tema innamal a'malu binniat dan khoirunnasi anfauhumlinnas, dan semarak nilai religi sembari mendengar tausyiah dan menikmati hidangan berbuka, berbagi dan memberi kabar dengan lapis senyum dan kebersamaan.
Jalan Ramadhan sepuluh hari terakhir adalah menjalin kebersamaan dan memang tepat moment ini diadakan, berkumpul bersama keluarga besar, ada pucuk pimpinan dan kafilah manajemen yang datang, berkunjung, berbagi dan bercerita. Ada yang disantuni, ada yang diberikan, ada yang mendapatkan, ada yang memberikan. Betapa berkah itu membungkus suasana yang berakhir dengan jabat tangan.
Bahwa nilai yang didapat adalah menjalin kebersamaan itu
Bahwa nilai yang dibungkus adalah menjabat erat sambutan itu
Bahwa nilai yang didapat adalah menjelaskan rangkaian dengan jernih
Bahwa nilai yang didapat adalah mengamini semua doa yang dipanjatkan
****

Catatan Rantai

Catatan Tiga, Sepuluh

Menikmati suasana hari dengan isian lantunan, isian kajian, isian tadarus, isian tarawih, isian yang memberikan ketebalan pada keyakinan untuk membawanya pada keputihan rasa, sebagai jalinan yang membungkus cerita hari cerita hari ini.

Ada sujud jamaah
Ada penyelesaian juz
Ada tengadah tangan
Ada doa malam
Ada serambi harap
Ada sejuta pinta
Pada sebuah pintu
Pada sebuah nama
Pada asmaMu
(Dan biarkan dia dengan rintihannya yang menjadikannya sebagai pelajaran sebab akibat yang merajam, toh awalnya adalah dia juga)
****

Catatan Dua, Sepuluh

Permisi dulu, ada yang harus diselesaikan sebagai bagian dari nilai deal, memenuhi kebutuhan untuk persiapan dan sekaligus memenuhi permintaan. Bahwa itu adalah prioritas jelas jadi tujuan utama, apalagi yang menyatakan adalah bunda, sosok yang selalu ingin kurengkuh dengan dekapan hangat. Dan sepanjang siang melangkah dengan beberapa halte yang dituju untuk melengkapi, menyetujui dan membawanya sebagai bekal dan tambahan. Ada yang baru sesuai permintaan ananda agar menjadi lebih ramai teaternya, tidak sekedar ganti channel yang kadang membosankan.

Maka sepanjang siang adalah jalan-jalan yang merengkuh
Maka sepanjang siang adalah jalan-jalan yang merambah
Maka sepanjang siang adalah jalan-jalan yang menambah
Maka sepanjang siang adalah jalan-jalan yang menyelesaikan
****

Catatan Satu Sepuluh

Kusampaikan pesan bahwa nilai langkah hari ini adalah keteguhan
Kusampaikan pesan bahwa nilai jalan hari ini adalah ketegaran
Kusampaikan pesan bahwa nilai tangga hari ini adalah ketegasan
Kusampaikan pesan bahwa nilai tandang hari ini adalah kegigihan

Apa yang kau perbuat selama ini adalah catatan yang mampu mendobrak keyakinan bahwa engkau adalah pusat keangkuhan yang mampu memakai baju penggiringan opini. Kau campakkan nilai yang kau ucapkan sendiri dan kau jadikan sebagai pembusukan yang harus dibelatungkan. Betapa engkau adalah persepsi yang memberikan nilai kekerdilan jiwa dengan selalu mengatasnamakan kepintaran yang engkau miliki, padahal hanya sebatas itu. Diluar koridor itu engkau sejatinya adalah kekerdilan jiwa yang mengembara sebagai pelatih pencitraan., Sayangnya pencitraan yang berwarna kelabu dan hanyut dalam ego diri yang merasa sebagai pionir, padahal hanya sebatas pecundang.

Pertanyaan yang selalu menggema adalah apakah aku merugikanmu. Apakah aku mengusik jalan-jalan keseharianmu. Apakah aku menjadi obyek pelampiasan hasrat egomu yang luar biasa kerdil itu. Sejauh yang kutanya pada sepotong hati, ketika dinihari menyentuh selimut dingin, ketika membasuh wajah dengan dinginnya air, dan bersujud, dan bertafakkur, tidaklah kudapatkan sesuatu yang menjadikan aku sebagai awal dari cerita, awal dari fragmen. Aku selalu bawakan diriku apa adanya dengan segala hal yang kumiliki. Dan jalan yang menjadi asaku di setiap hari adalah keyakinan pada sebuah goal bahwa semua yang kulakukan adalah menggali potensi sekaligus menjalankan kewajiban yang menjadi langkahku. Lantas mengapa engkau berbusuk hati. Dalil hati yang selalu menjadi referensi adalah iringan iri dan khasad yang engkau dapatkan manakala jalan kita bersinggungan dengan asumsi bahwa engkau merasa sebagai pengendali opini.

Kusampaikan pesan bahwa aku adalah langkahku
Kusampaikan pesan bahwa aku adalah ragaku
Kusampaikan pesan bahwa aku adalah caraku
Kusampaikan pesan bahwa aku adalah nilaiku

Dan engkau adalah pusat studi tentang kelancangan argumen
Dan engkau adalah pusat pribadi tentang egosentris berlabel angkuh
Dan engkau adalah pusat iri yang mengeksploitasi opini
Dan engkau adalah pusat dengki yang bermain di perelingkuhan omongan
****

Catatan Tigapuluh, Sembilan

Letih menyergap ketika matahari baru menampakkan sinarnya setelah sepanjang malam merayapi jalan-jalan sepanjang tujuan pulang. Ada yang harus dilepas untuk memulihkannya maka sepanjang tengah hari menyelesaikan jatah istirahat dengan lelap lena. Dan kesegaran pun mengalir kembali sembari membasuh diri, membersihkan dan merapikan kembali. Dan selanjutnya adalah tatacara menyelesaikan hari dengan catatan-catatan yang berbaris datar dan wajar.
Bahwa sebuah tujuan sudah diselesaikan dan bunda pun tersenyum ketika kujanjikan untuk melakukan perjalanan suci mendatang bersama keluarga. Semoga perjalanan itu menjadi catatan indah yang mampu dilepaskan ketika matahari dan matahati memberikan pencerahan dan kecerahan pada nilai istiqomah, semoga memberikan semangat pada rangkaian perjalanan sebatas yang kudapatkan.
****

Catatan Duapuluh Sembilan, Sembilan

Selamat pagi kota kembang, aku datang menjemput, aku datang menyapa, aku datang bertandang, aku datang berkunjung, aku datang melepas rindu dan menghampiri catatan-catatan yang mengalir sepanjang cerita. Dan kunikmati pesonamu dengan senyum dan dekapan, pada senyum ananda, pada senyum semuanya, pada kebahagian catatan perjalanan. Dan sepanjang matahari , berupaya memberikan nilai kasih sayang pada keinginan dan kesenangan kedua ananda, mengabulkan apa yang diinginkan dan mengisinya dengan sejumlah bungkusan sebagai penjemput yang melepas dahaga.

Sepanjang hari berjalan
Sepanjang hari menelusuri
Sepanjang hari menyimak kesibukan
Sepanjang hari menyentuh keinginan
Sepanjang hari menyampaikan salam pada kehangatan

Ananda tersenyum
Ananda terkesima
Ananda memeluk manja
Ananda menyatakan
My wife membungakan senyum
Bundapun menjelang
Menyambut buka puasa dengan kehangatan
Dan melanjutkan kisah cerita sepanjang malam
Sembari menelusuri jalur sepanjang utara
Jalan-jalan menuntaskan niat
Dan membawanya sebagai nilai harkat.
****

Catatan Duapuluh Delapan, Sembilan

Dia adalah cermin tiga dimensi
Dan memberikan catatan pada sebongkah hati
Bahwa dia adalah sebatas itu
Seperti pepatah
Menepuk air didulang tepercik muka sendiri
Dikira panas sampai petang ternyata hujan tengah hari

Batas yang dihinggapi dengan bingkai catatan hari ini
Adalah mendefinsiskankembali aroma yang dikeluarkannya
Adalah mencatan kembali sejumlah dengki yang bersemayam
Padanya
Pada sosok berlapis autis
Pada sosok berlapis ego

Catatannya adalah
Hanya sampai di permukaan
Ketika ternyata hanya sebatas argumen
Yang memberikan keyakinan pada cerita hati
Bahwa dia ternyata hanya sebatas itu
Tidak lebih

(Dan sudah kusampaikan pada semua, dan mereka ada dibelakangku menyambut setiap kemungkinan yang menjadi catatan bergaris tebal, bagian dari kisah untuk sebuah judul yang tercipta : bersiap !)
****