Wednesday, December 26, 2007

Makin Jelas

Terbukti dan makin jelas bentuk dan lekuk yang kau kumandangkan setiap depa yang kau bisikkan pada sejumlah boneka. Dan harus kujelaskan pada sisi kebersamaan manakala ada sebuah tanya untuk menyimpulkan. Dan sesungguhnya laku sikap yang kau bentangkan pada sejumlah risalah adalah memastikan titik iri pada koridor ruang yang tak mampu dilepas dari ikatan lagu dengki. Dengki seumur perjumpaan yang dijelaskan melalui bahasa tubuh adalah kepastian yang mengizinkan aku menyatakan bahwa engkau adalah testimoni yang tak ingin disapu awan.

Engkau adalah bayu yang tak mampu menyapu seraut wajah untuk berpose pada highlight memutihkan pohon. Bahwa naluri yang engkau paku pada sejumlah judul adalah ketidakmampuan mengejawantahkan argumentasi berbasis kolektivitas. Engkau pikir engkaulah yang paling bersuara padahal semakin engkau bersuara semakin jelas kesimpulan berbaris kata yang dapat dituliskan. Tidak hanya aku, pada sejumlah boneka pun engkau jahit kemunafikan yang dibungkus dengan lagu hymne, seakan judul yang dinyanyikan adalah pusat kebenaran.

Engkau adalah pencetus opini naluri liar yang tak mampu membendung rangkaian kalimat dengan senandung melodi. Engkau adalah kekasih autis dan tak mampu menyuarakan kemerdekan peran pada ruang sekitar. Dengkimu adalah catatan kemunafikan yang mematrikan kolokasi antara egosentris dan arogansi. Bumbunya adalah racikan akumulasi berwarna comberan hitam. Dan sajiannya adalah secangkir aroma pahit yang tak lagi dirasa sebagai satu rasa. Sayangnya engkau tak mampu mengajak berteriak bersama karena mentalmu ternyata hanya nyanyian ayam sayur tanpa sayur lodeh.

Makin jelas ketika sebuah nilai dikumandangkan, engkau sekali lagi tak mampu membawa kebebasan hatimu pada skenario persepsi dan pespektif. Yang ada hanyalah tumpukan catatan yang telah menjadi bukti kepiawaianmu memainkan halaman bertuliskan pertanggungan moral yang sesungguhnya tak mampu engkau samadengankan karena pertanggungan akhir tahun sudah selesai. Dan yang tertinggal pada lacimu adalah tumpukan bukti yang menjelaskan definisi tentang kemunafikan. Yang tinggal pada lacimu hanyalah tumpukan berlabel operasional yang engkau anggap sebagai plat hitam. Serombongan semut hitam menitip salam : arogansi itu adalah saudara tiri ego dan masih sepupu dengan naluri iri.

****

Tuesday, December 18, 2007

Jadi Tetaplah....

Ulangtahun adalah sebuah catatan ketika kita telah mencapai putaran tanpa pernah tahu sampai dimana batasnya. Dan dengan itu jua kita bisa menyatakan pada khalayak bahwa kisah perjalanan tidak sebatas merayakan seremoni tetapi yang lebih pelangi adalah mencoba memaknainya dengan kecerdasan rasio dengan perban rasa. Bingkai tulisannya adalah : kaligrafi perwujudan syukur tanpa harus berproklamasi.

Bahwa titik raya yang menjadi ungkapan untuk menyatakan tidaklah jua harus berada pada palka yang bernama hari yang sama. Sebab nun jauh di ruang lapang yang lain telah pula dinyanyikan sambutan yang mengiramakan rasa ikut bersenang hati menyanyikannya di sendiri hati. Jadi tetaplah berlangsung walau tak harus sua, dan tetaplah senyum walau tak harus sapa karena langit telah menyampaikan pesan bahwa saatnya tidak untuk bersulang untuk sebuah hari.

Jadi, tetaplah menyapa hari dengan santun diri tanpa harus menyobek kertas yang tak ditulis apa-apa. Dan tetaplah menjadi sebuah cahaya yang mampu menyemburatkan cahaya kunang-kunang yang menghias langit malam. Selamat ulang tahun, semoga ridhoNya senantiasa disapukan dan diusapkan pada sebuah hati yang selalu bening.

****

Monday, December 17, 2007

Pelangi Mimpi


Kucoba, dan tiba-tiba saja mengalir dan menjelaskan kearah mana perspektif yang hendak dijelajah. Kutulis dan kuimpikan saja sembari menyatakan garis seandainya menjadi landai. Seandainya pantai menjadi landai dan ramah menyambutku. Kuimpikan jua selagi masih bisa menyambungnya dengan rajutan yang belum tergapai dan selesai apalagi sampai. Dan pencarian tidaklah harus serumit meruntun baris kata karena sudah tersedia di kotak pipih yang berwarna hitam legam. Dan kucentang saja pada setiap selang mimpi yang kusulam menjadi sebuah judul : menaruh perahu di pasir putih sembari mengharap ombak datang menjemput dengan riak keramahan.

Mendung di luar tidaklah menjadi soal sebab aku masih ada di ruang kehangatan dan masih menjalani kisah cerita yang kurajut sendiri. Sekiranya jemputan menjelang dan mengabarkan, apa pun itu isi kabarnya tetaplah aku ingin sampaikan pada segumpal awan bahwa setidaknya mimpiku yang sebenarnya adalah pencarian pada tersibaknya ruang celah untuk kembali menyapa dan menata, dan menerbitkan cerita fajar pada sejumlah burung yang bernyanyi di sinar pagi.

Sejumlah arah kusimak dan kusibak, dan menyatakan pada rangkuman isi bahwa halte yang diisi gerimis sepanjang hari adalah mencoba mengambil peran pada sisi yang menjadi pijakan alinea. Agar aku tidak ketinggalan alinea, agar aku tidak ketinggalan kereta, agar aku tidak ketinggalan suasana. Dan sejumlah asumsi memberikan gerakan bathin bahwa bisa saja kelokan menjadi batas yang kutemui pada sejam sehari waktu ke depan, setidaknya ketika menggoreskannya pada sejumlah arah.

Dan kugaris
Dan kulipat
Dan kusimpan
Dan kulumat
Dan kusampaikan

Pada sejumlah sinar yang mampu menghangatkan
Pada sejumlah kehangatan yang mampu menyapu
Untuk catatan berikutnya
Untuk alinea selanjutnya
Untuk memetik catatan pelangi mimpi
****

Sunday, December 16, 2007

Ruang, Jalan

Jalan-Jalan Sepanjang Pekan

Jalan-jalan melingkari hari dan menuntaskan catatan yang ingin disamadengankan. Maka jalanlah aku selama sepekan menyambut matahari di timur, barat dan selatan. Menikmati suasana yang memang menjadi pinanganku selama ini. Menikmati aroma kehijauan yang memang menjadi auraku selama ini. Berjalan, menatap, meluaskan siar pandang seluas yang diperoleh, dan mendengarkan bahasa alam dengan catatan hati yang tanpa mengedip.

Ya tanpa mengedip walau tak harus berkata, walau tak harus berucap. Dan sebaris ruang pandang yang kulirik seperti menyambutku dengan kesegaran nuansa dan mempersilakan untuk melanjutkan perjalanan. Dan aku terus berjalan, menelusuri, menjelajah dan menyatukan dengan segenap keindahan yang kuselipkan. Dan jadilah pekan berwarna warni, dan hijau kesegaran adalah naluri yang mampu menciptakan kehalusan etika ketika kejenuhan menjadi headline yang tak tersingkap.

Betapa keindahan itu adalah catatan yang tak berkesudahan dan mampu mendudukkan dan menundukkan tema cerita yang hendak ditulis. Betapa kehijauan itu adalah anugerah yang tak dapat dinilai dengan kurs apapun kecuali kesediaan hati untuk bercengkerama dengannya. Dan jalan-jalan sepanjang pekan ini adalah pendapatan kesegaran yang kutabung pada setiap sendi nadi dan kelak menjadi analogi pada sejumlah catatan dan paragraf yang masih belum selesai.

Bahwa aku merasa dihadapan
Bahwa aku merasa dikedepankan
Bahwa aku merasa didepan kehijauan
Dan kesegaran ruang pandang adalah palung cerita untuk diendapkan pada ruang hati dan menjadi menu tambahan yang memperindah sejumlah alinea, sejumlah baris kalimat.

*****

Sebuah Nilai

Sebuah nilai, dan sejauh itu perolehan yang didapat adalah penjelasan tentang soal yang tak seirama dengan peran selama ini. Dan sejauh itu jua ketika berhadapan dengan perjumpaan yang apresiasinya adalah tidak pernah menjaga rasa apalagi menjunjung kesetaraan. Perubahan, dan bentuk singgungan nilai yang diumumkan adalah memastikan bahwa sejauh perjalanan itu, adalah keniscayaan yang tak beroleh tempat, dan selalu dicontohkan dengan peran yang meminggirkan jurusan.

Bukti adalah perubahan nilai itu, dan bukti waktu adalah keidaksamaan yang diperoleh sebagai catatan yang mengurai pada seumlah sudut pandang, dan seakan tidak punya celah untuk menyalip kesetaraan dan kebersamaan. Lantas tak perlu jua untuk dijabarkan kecuali menyatakan penghapusan pada sub tema yang menjadi judul sepanjang jalan.

Bahwa sejumlah argumen menjadi patah, ada benarnya untuk ditanam dalam, dan menguburnya dengan keyakinan diri bahwa keniscayaan pada nilai itu adalah hakekat yang ingin digenggam tanpa harus mengumbarnya pada setumpuk baris kata di depan trotoar.

Ya sudah,
Toh catatan yang tergaris adalah menafikan segenggam arus kalimat yang tak terbendung pada musim yang tak terdeteksi. Dan nilai perjalanan itu adalah paradigma yang dapat menjelaskan duduk cerita di hadapan keagungan, bahwa ketulusan adalah bening kaca yang mampu mengantarkan hidangan penyegar raga, dan menyemaikannya pada dada keheningan pada sujud dinihari. Betapa Engkau mendengarkan dan mencatatnya selama ini, wahai Zat yang memutlakkan definisi.

*****



Thursday, December 06, 2007

Betapa

Ananda,
Sejumlah catatan untuk mengisi hari adalah upaya untuk menebalkan keyakinan, pada lingkaran pengisian pola, pengisian ruang, pengisian cara. Dan semua adalah untuk memastikan betapa luasnya panorama yang engkau hadapi dan akan engkau jalani, bukan hanya sekedar rumah dan sekolah, atau bacaan novel sebagaimana isian waktu yang memenuhi segelas harimu.
Dan betapapun berat rasa untuk melepas barang beberapa waktu terbit matahari, adalah itu jua yang sejatinya akan menjelaskan padamu bahwa kemandirian dengan guru alam di ketinggian yang menyejukkan, yang engkau nikmati bersama, engkau hadapi bersama. Adalah itu untuk mendidik bahasa bathinmu, mendidik rasa rasiomu, mendidik matahatimu bahwa sesungguhnya isian manfaat yang selalu ayahanda inginkan adalah, melatih keluasan cara pandang, mengadoni cakrawala aneka warna, menanamkan ketegaran, mengasah aroma keindahan sejauh mata memandang dan memetiknya sebagai pelajaran kebesaran pemilik kesemestaan.

Ini adalah perjalanan yang kesekian, artinya engkau sudah terbiasa menghadapi cara, engkau sudah terbiasa menjalani dan menikmati bersama kelompok setia kawanmu. Dan itulah yang meringankan langkah, itulah yang memastikan arah bahwa tujuan adalah merangkum kesetiaan berbagi bersama, menawar bersama, menjalani bersama untuk kemudian diaduk menjadi olahan dan olesan yang mengaliri diri.

Dan jalankan itu dengan semangat ketegaran
Dan jalankan itu dengan sejuta nikmat membagi alam
Dan jalankan itu dengan keyakinan pasti
Bahwa ayahanda dan ibunda selalu mengalirimu dengan doa
Bahwa ayahanda dan ibunda selalu mengantarmu dengan senyum

Bukankah alam selalu menafsirkan kedekatan manakala kita mampu mendekatinya, menyalaminya dan mendekapnya dengan selimut malam berlapis embun bening. Bukankah itu sebuah definisi tentang keinginanmu yang ingin menyapa dedaunan di ketinggian jelajah. Bukalah matahatimu, agar engkau mampu menjalaninya dengan kepastian peran, keyakinan langkah dan memakunya dengan pijakan yang kukuh, istiqomah dan sirothol mustaqim.

Jalankan itu dengan senyum, ananda
Nikmati itu dengan doa, ananda
Semoga semakin menegaskan pada citra dirimu
Bahwa perjalanan adalah mengisi gelas air
Untuk membeningkannya pada ruang dada
(Betapa ayahanda sangat menyayangimu)
****

Sunday, December 02, 2007

Ritme, Oles

Hanya seremoni

Ritme seremoni perpisahan yang menjadi ungkapan bibir manis kira-kira berbunyi begini : Mohon maaf jika selama interaksi ada sikap yang kurang berkenan, hanya sebatas canda dan tidak bermaksud untuk menyakiti. Ungkapan yang klise dan cenderung tanpa makna karena sedikitpun tidak merasa datang dari ruang hati, ruang rasa. Hanya ungkapan lengkung bibir sebagai rukun acara formal untuk melepas. Sekedar ngomong untuk menggugurkan kewajiban.

Seringan itukah yang terungkap, itulah jika tak pandai memandang interaksi sebagai kesetaraan dan merasa hanya berada pada sudut pandang inner, merasa hanya berada pada planet homogen, hanya pandai mengumbar omong sekedar untuk menutupi belang pada dosa masa lalu, dan menikmati karma pada kunjungan rutinitas tanpa pernah selesai. Itulah sebutir kerikil yang ditendang menuju timur mata angin.

Tidak ada makna yang didapat ketika seremoni hanya dijadikan alat untuk pembenaran bahwa atas nama salah, atas nama khilaf, atas nama canda lantas ingin dikubur dengan ungkapan berbahasa seremoni. Lalu dimana tempatnya harkat dan martabat, apakah lantas ditinggalkan saja di terminal atau stasiun karena hanya sebatas canda, hanya sebatas ungkap. Padahal keseharian adalah catatan, keseharian adalah goresan, keseharian adalah baris kalimat, keseharian adalah mematahkan harkat dan menjual obral pada diskon swalayan cerita dan sikap.

Jalan adalah rangkaian kalimat dan jalan yang dituju adalah menuju gaya bahasa pasaran yang tak bernuansa intelektual. Hanya mampu membesarkan volume tanpa memikirkan equalizer kesetaraan rasa dengar, rasa empati dan rasa riang pada gendang telinga. Dan seremoni hanyalah titik sentuh sebuah fragmen, dan bukan menjadi bagian cerita yang hendak dituntaskan karena lapis sikap dan etika itu bukanlah untuk dicandakan jika sudah berada di wilayah konspirasi. Karma akan memberi jawaban dan sudah pula terlihat pada kunjungan rutinitas yang tanpa pernah selesai itu.
******

Senyum didulang

Syukur itu adalah memberitahu, syukur itu adalah memberi, syukur itu adalah menghidangkan, dan kebersamaan yang dibagi adalah menghidangkan silaturrahmi sembari mencicipi dan menghangatkan dengan omongan ringan, obrolan keakraban dan membawanya pada sosok kedekatan dan mendekatkan .

Bahwa cerita Jumat siang menjadi sesuatu yang membahagiakan, adalah itu yang menjadi tema ketika para sobat setia sengaja datang untuk melunaskan undangan, untuk membagi, untuk menikmati dan menceritakannya kembali pada ruang diri masing-masing. Bagiku juga sebuah kesegaran rasa ketika semua yang kuundang ternyata ada membawa diri dan hati untuk menyapa, ada dan merasa, bahwa kita adalah bagian cerita panjang yang memanjang sepanjang jalan cerita. Kita adalah kedekatan yang menjadi sebuah kisah tanpa pernah selesai karena kita mengariskan pada sebuah pernyataan : silaturrahmi adalah pepanjangan aktivitas dan membagi cerita dengan senyum didulang.

Maka, jalan cerita siang ini adalah olesan yang menjelaskan tanpa harus mengumumkannya pada sejumlah hari. Dan cerita siang ini adalah bagian dari menikmati kebersamaan yang selalu kita gariskan pada setiap langkah bermakna. Langkahku yang bermakna dan telah menyelesaikan itu adalah pernyataan sikap pada sebuah judul syukur yang hendak kukumandangkan. Da kehadiran mereka adalah bukti kesetiakawanan ketika ruang diri menyatakan bahwa pertemanan adalah sepanjang usia kerja dan menuliskannya pada prasasti untuk kelestariannya.

*****

Thursday, November 29, 2007

Titik

Bukankah titik adalah akhir, bukankah titik adalah usai tanpa jeda, bukankah titik adalah closing dan sekaligus menyudahi. Dan gumpalan yang dibawa bersamanya adalah menghempas cakram dan menghunjamkannya pada kedalaman ruang gelap. Dan jangan coba untuk mengolesnya dengan parfum atau bumbu penyedap, atau barangkali mencoba mengangkatnya kembali.

Dan hari yang engkau lalui adalah semesta yang tak mampu mengusir awan apalagi menyentuh dinding kebersamaan, betapapun engkau berupaya untuk memutihkannya. Karena ukiran tentang sosok dirimu adalah perlambang, adalah ikon yang telah mengoyak dinding yang lain selama unjuk sapa dan persentuhan ketidaksetaraan. Engkau adalah kedurjanaan yang mampu menjadi iringan doa, karena engkau adalah kezaliman itu sendiri. Engkau adalah pembawa titik yang tak dapat diteruskan dengan rayuan berwajah sendu seperti yang kau perlihatkan sebelumnya.

Engkau adalah simbol yang telah mencabik. Engkau adalah episode pertunjukan tiga tahun tanpa rehat dengan peran matador tanpa stadion. Yang engkau tunjukkan adalah kehebatan subyektivitas yang sesungguhnya adalah proklamasi keangkuhan tanpa fundamen etika. Etika itu yang telah kau sedot pada sekujur pengulitan diri tanpa merasa telah melakukan transfer pengkerdilan predikat. Dan predikat yang pantas digandeng di sekujur nadi hatimu adalah keangkuhan dengan bumbu penyedap yang bernama kerdil bathin karena engkau telah mengilhami tidak mampunya mengendalikan tata suara.

Dan titiknya adalah jelajah tanpa perlu menyinarkan jingga. Dan titiknya adalah eksplorasi tanpa kepesertaan naluri tenggang rasa. Biar semua tahu bahwa sikap adalah pengumuman pada sejumlah mata angin yang masih mampu menebarkan senyum, dan sekaligus mengirim salam usai tanpa jeda pada sebongkah hati yang tak memiliki nurani. Itulah engkau.
****

Monday, November 26, 2007

Keniscayaan

Engkau Adalah

Dataran tinggi yang disapa adalah menjelaskan suasana dialog dengan keramahan yang dijunjung sembari menghirup udara segar yang menebarkan keakraban nilai perjalanan. Ya, seperti untuk menyelesaikan janji, seperti untuk mengamini permintaan dan sekaligus menjawab ulangan pertanyaan, maka sambutan yang digelar sepanjang jalan adalah menilai kualitas janji dan mencoba menaruhnya kembali pada keranjang persepsi. Dan seperti biasa ketika menyapa dan disapa, adalah kesederhanaan yang bernilai silaturrahmi elegan yang engkau pertontonkan dihadapan, menyambut dengan senyum sembari bertutur kata yang menyejukkan.

Engkau memang kesimpulan itu
Engkau adalah kesederhanaan itu
Engkau bernilai kejernihan itu
Engkau mampu menjaga nilai perekat itu
Engkau persepsi substansi berlapis legit
*****

Logika yang hendak kau jawab

Logika yang hendak kau jawab adalah mendefinisikan kembali rantai yang belum lepas dari geriginya. Dan perjumpaan yang diinginkan adalah merajut tepian tanpa benang penyambung. Bagaimana sih logikanya, jelas menjadi sesuatu yang abstrak karena tidak ada yang mampu dipercikkan pada kanvas untuk menjadi lukisan. Tidak jua yang memaknai alinea, manakala hanya sebuah pertanyaan berbasis pernayataan yang tak perlu dijawab.

Oleh itu tidaklah ada sesiapa yang mampu untuk menjawab ruang tanya yang disiapkan sampai tiba saatnya ketika matahari harus pamit di batas cakrawalanya sembari titip pesan : toh aku akan tetap hadir di subuh esok menyambut kukuruyuk ayam jantan sekaligus mendefinisi ulang makna yang belum selesai.

Ya itu saja jawaban tanpa harus mengatakan. Toh sebuah janji tidak pernah melewati batas kesetiaan sebuah matahari yang selalu menjaga estetika kehadirannya. Dan perjanjian yang disepakati bukanlah untuk sekedar menandatangani, namun lebih dari itu, bahwa pagarnya adalah kemampuan untuk menjaga kesepakatan dan bermain di koridor itu. Dan logika definisi yang dikumandangkan tidak jua memastikan untuk merajut benang penyambung.
Maka jangan ada pemaksaaan untuk menyatakan definisi.
*****
Segumpal Kepal

Ada persamaan yang dikumpulkan manakala cerita pagi empat mata dibungkus dengan bahasa kesamaan pandang, apalagi kalau bukan tentang tema pergulatan lini tengah yang menjadi terpaan angin sepanjang musim. Semakin jelas saja jalan ceritanya, semakin luas saja rangkuman kisahnya, tapi aku tak perlu untuk menggoreskannya lagi, tak perlu untuk merambah wilayah hegemoninya karena toh sudah banyak yang tahu tentang jalan ceritanya. Bahwa dia adalah segumpal kepal, bahwa dia adalah seonggok tinju yang melunglaikan mental gabusnya. Dan dia memang gabus.

Bahwa kemudian ada persepsi yang sama adalah sebuah sama dengan. Bahwa kemudian ada jalinan yang dirangkum menjadi cerita searah tidak lagi menjadi jalinan titik bergaris tebal, karena semua yang dijelaskan itu, semua yang di curhatkan itu adalah persamaan linier yang menghasilkan kesimpulan idem. Maka cerita pagi empat mata itu adalah merangkum semua definisi dan menyimpannya dalam flashdisk kamar hati untuk diceritakan kembali kepada sanak saudara yang bermukim di hati. Agar mereka tahu tentang tema yang sudah menahun, agar mereka tahu tentang arogansi peran, agar mereka tahun tentang mental telunjuk lurus kelingking berkait. Agar mereka tahu tentang mental gabus yang dimilikinya. Hanya segitu saja.
*****

Titian hati

Pasanglah rindu di trotoar coklat sepanjang pagi
Niscaya sambutan akan mampu menepikan riak
Pasanglah sendu di seberang titian hati
Niscaya sambutan akan mampu menjanjikan teriak
(Pada sebuah argumen, pernyataan sikap yang menghidupkan suasana adalah sampling yang menyatakan prediksi berbasis hipotesis. Bahwa catatan rindu bukanlah untuk menyampaikan hasrat bukan pula untuk menyatakan aroma. Hanyalah dia yang mampu mengutus sekaligus memutus untuk disimpan kembali, untuk dibungkus lagi dan mengedarkannya sebatas ruang pandang).
(Pada sebuah halaman, tanaman hias yang diperbincangkan adalah mengupas judul keindahan, padahal nilai pandangnya hanyalah barisan dengan catatan : hanya itu saja auramu. Dan bincang angan yang terungkap adalah melepas kerinduan pada sebuah nama).
****

Semakin Jelas

Semakin jelas dan menampakkan kehampaan cara dan sikap. Dan dia telah menjadi catatan pinggir, pinggir comberan yang menghitam, kehilangan hakekat dan makna. Cara pandangnya hanyalah pusaran yang tak mampu mengoyak dedaunan, kecuali membuat deru. Cara pandangnya adalah memonopoli argumen tetapi dia tak pernah mampu memblokir kesiapan uji tanding. Dia tak mampu menjembatani logika kebersamaan dengan dukungan kesetaraan. Dia hanya mampu mendribel dan merasa menjadi pemain dominan. Adalah dia yang selalu mampu menghidupkan teori konspirasi bermental kekanak-kanakan dan menyiraminya dengan cairan berlabel : bahan tanpa etika.

Dengan sekutunya dia hanya mampu berceloteh karena perjumpaan di lingkaran, telah memberikan angka minus untuk seluruh keranjang yang disemayamkan di sisi diri. Dia hanya bisa bermain di episentrumnya dan tak mampu menggetarkan lingkungannya dengan getaran skala richter sekalipun, karena dia adalah pusat organ yang tak mampu menyelesaikan renang lintas pertarungan. Dia telah tercerabut dari akar dirinya sendiri. Dia telah menghunjamkan sebongkah noktah yang menjadikan dia seperti pelari yang tak mewakili siapapun. Tidak jua dengan dirinya. Semakin jelas sudah.
****

Monday, November 19, 2007

Sepanjang Koridor

Pantai Selatan

Ya, sebuah ruang pandang siang terik yang memberikan kesan kedigdayaan dalam sepi, keteguhan dalam sunyi dan ketegaran dalam rutinitas. Betapa, deburan dan buih bergulung menjadi rutinitas tanpa ada yang membayar apalagi memerintahkan. Betapa kedigdayaan menjadi daya dorong untuk mengungguli rentang kendali pikir dan tanpa harus merasa lelah. Maka sinar pandang ketika berhenti sesaat untuk menyaksikan adalah memadukan analogi yang bermain di ruang diri untuk menggariskan sekali lagi tentang rutinitas dan merapikan peran.

Peran gelombang yang selalu setia menghampiri
Peran gelombang yang selalu setia menyapa
Peran gelombang yang selalu bercerita
Peran gelombang yang selalu menyatakan

Bahwa aku adalah kisah perjalanan itu
Bahwa aku adalah testimoni itu
Bahwa aku adalah kesetiaan itu
Bahwa aku adalah perjalanan itu
Bahwa aku adalah kesunyian itu
Bahwa aku adalah keteguhan itu
Bahwa aku adalah perjumpaan itu
Bahwa aku adalah glagah itu
(Ahad siang terik menyapu sekujur diri)
*****
Ketika Datang

Kehadiran bukanlah sekedar menghadirkan namun boleh jadi sebuah persetujuan ketika undangan menyatakan pergelaran yang dirancang apik. Maka bergegaslah menyongsong pagi Ahad dengan berbenah, merapikan jua sebagaimana biasa dan berangkatlah menuju ke ruang kehadiran yang dituju. Maka sambutan pun penuh senyum ketika warna perjalanan mencapai titik temu, dan sekali lagi kehadiran bukanlah sekedar menghadirkan namun lebih dari itu.

Kehadiran adalah jawaban tentang kebersamaan membagi, kehadiran adalah menyatakan silaturahmi pada senyum, kehadiran adalah menegaskan argumen tentang kedekatan. Dan itulah yang tercatat dalam buku hati dan menjadi kesempurnaan ketika hari menjadi catatan yang menegaskan tentang perayaan untuk sebuah mahligai. Dan ucapan yang mengalir adalah menjelaskan seluruh isi senyum yang telah dikumandangkan. Dan ungkapan yang melantun adalah menceritakan seluruh nilai perjalanan tiga jam menuju titik tujuan. Kesimpulannya adalah membagi warna baju untuk menyatakan kebahagiaan dalam kebersamaan dan menyanyikan rangkuman perjalanan dengan syair keindahan memandang aura.
*****

Menjaja Niat

Kebersamaan menjajakan niat
Memastikan catatan untuk hakekat
Dan meragikannya pada sejumlah filsafat
Untuk kesaksian perisai lidah bersilat

Yang terjadi adalah keikutsertaan pada diam
Yang terjadi adalah pilihan pada ruang memendam
Dan dia tak mampu bercerita gurindam
Dan dia tak mampu bersilat dendam
Dan dia tak mampu mengembalikan denda dam
Dan dia tak lagi menjajakan ego terpendam

Ongkos tentang argumen adalah merekatkan kendali
Ongkos tentang argumen adalah memastikan nilai
Ongkos tentang argumen adalah perjuangan diri
Ongkos tentang argumen adalah catatan buku nadi

Dia adalah ego yang terbengkalai
Dia adalah jatidiri yang tergadai
Dia adalah ketidakmampuan menggali
Dia adalah cerita yang tak pernah selesai
****

Tergantung

Ketidakmampuan dalam menganyam, ketidakmampuan dalam merajut adalah benang yang semakin menampakkan warna bahwa dia adalah ketidakmampuan itu. Ketidakmampuan untuk memberikan solusi dan layout memberikan keyakinan bahwa jalan cerita menjadi baku pada definisi ini : tergantung siapa yang banyak omong, banyak kamuflase dan banyak kalimat.

Jadi lucu kalau dilihat dalam konteks rutinitas, tak ada pola, cenderung abstrak dan moderat padahal diperlukan gebrakan percepatan dan keberanian. Ya itu keberanian untuk menyatakan tidak walaupun tidak populer tetapi karena menyangkut keputusan sah-sah saja untuk mengggiring gembala pada makanan rumput yang pas di lapangan.

Ini yang tidak ada, maka jadi seperti gerilya tanpa komando, masing-masing bermain dengan peran seadanya, yang pakai fasilitas deodoran semakin wangi saja tanpa merasa malu untuk memamerkannya. Lantas dimana kendali internalnya, jawabannya ada di pasir pantai, ditulis kemudian terhapus, ditulis lagi terhapus lagi dan begitu seterusnya karena tidak ada tiang pancang yang mampu mengobarkan semangat untuk berbenah dan berlari. Yang ada adalah mengisi matahari dengan lukisan tanpa gambar.
*****
Tidaklah Penting

Tidaklah penting apakah ini celah atau titik cahaya, tapi setidaknya adalah sudut yang diupayakan sebagai titik awal perubahan. Dan jendela yang kubuka dengan dua kunci celah itu moga-moga dapat menjadi titik pemberangkatan yang akan membawa pada kesempatan untuk memperbaharui, mengidentifikasi ukur diri dan valuenya.

Masih banyak anak tangga yang harus dilewati untuk bisa sampai pada ruang tunggu menyamakan argumen. Dan sebuah harapan tentu harus selalu dikumandangkan sembari tetap mempersiapkan diri untuk maju dan membawa diri pada tataran yang beda dengan rutinitas. Cerita tidaklah harus selalu di langkah yang sama, berjalan bersama, menyelesaikan bersama seperti sebuah layout.

Bukankah masih banyak unjuk performansi yang bisa disejajarkan dengan aktualisasi. Tidak harus disini, di beberapa titik masih ada cahaya binar yang mampu membawa penjelasan tanpa harus menukar kelambu. Masih ada ruang yang membawa argumen pada kesiapan menghadapi segala cuaca, mendung sekalipun. Masih banyak kehangatan yang mampu mengasah diri, masih banyak perjumpaan yang mampu membenahi kacamata plus, masih banyak senyum yang tak harus dipagari jarak. Masih banyak dan tidak disini.
*****
Bahwa Aku

Duhai kekasih
Apakah matahari ingin selalu sejajar denganku
Apakah pohon kaktus tidak mampu mencubitku
Apakah kebersamaan adalah langkah genggam hayatku

Duhai bunga
Isian baki adalah menuangkan hasrat pada sebutir nilai
Isian hati adalah menjelaskan ruang pada cahaya nada
Isian hari adalah menafsirkan rembulan di puncak kelud

Duhai kekasih
Duhai bunga
Ceritakan pada seisi taman
Ceritakan pada seisi kebun
Ceritakan pada seisi ruang

Bahwa aku adalah matahari jam sepuluh
Bahwa aku adalah rembulan menjelang purnama
Bahwa aku adalah detak dengan detik melangkah
Bahwa aku adalah cerita yang belum selesai
*****
Karena Aku

Sepanjang jalan itu dan sesudahnya, beberapa saat dan beberapa hari kemudian, penjelajahan dari sekian link yang belum diolesi adalah kembali memastikan bahwa bawaan yang dikemas adalah bagian dari serpihan yang disatukan dengan ikatan, di gelang lembah yang menyamakan nilai. Bahwa mereka adalah kemuliaan dan kejayaan itu dan jelajah napaktilas memberikan bukti akan keemasan yang digenggam dua generasi sebelumku.

Betapa sepenting itu tak jua menyatakan sisa, dan cerita yang dijelaskan adalah menelusuri ruang dokumentasi yang mampu menjadi persaksian gerusan jaman. Adalah itu yang ingin ditegaskan termasuk ketika menatap wajah kekuatan semangat, wajah kedekatan derma dan wajah kearifan peran. Mereka memiliki segalanya termasuk sikap dan harkat, tentang kejayaan, tentang kedermaan, tentang keterkenalan, tentang kekayaan dan situs yang dijelajahi sepanjang hari itu adalah mereka ulang rekam jejak yang ditinggalkan.

Dan aku perlu mendapatkannya
Dan aku perlu memastikannya
Dan aku perlu menghargainya
Dan aku perlu menggenggamnya
Karena aku adalah garis lurus itu
Karena aku adalah pewaris itu
Karena aku adalah penerus lanjutan
Karena aku adalah persepsi itu
(Catatan sisa perjalanan)
*****

Tuesday, November 13, 2007

Catatan Ruang

Cum Laude

Sebuah rantai prosesi, semua mempersiapkan dengan segala unjuk penampilan yang ada, untuk menyemarakkan, untuk menyetarakan, untuk menseremonikan, untuk menyaksikan dan menyambut pesan dengan sebutan: telah selesai, telah purna. Dan mata rantai waktu yang diperlukan untuk itu meraup tiga setengah jam pada sebuah Senin episode kedua, undangan biru, sebuah cerita seremoni yang menyenangkan, membanggakan sekaligus melelahkan.

Namun testimoni yang menjadi ukuran nilainya adalah keikutsertaan seluruh orang rumah menyaksikan dan menyambut titik purna yang sudah diakhiri dengan dukungan yang diberikan selama ini. Dan ucapan selamat, jabat tangan erat adalah souvenir yang menghiasi bagian inti ruang hati, ruang mata dan ruang binar yang berbunga, bahwa pada akhirnya usailah sebuah tahapan, selesailah sudah sebuah paket modul yang dikemas mengisi waktu akhir pekan selama satu setengah tahun berselang.

Dan bagian yang menjadi perlambang adalah kiasan pada sebait kata untuk disaksikan dan semoga menjadi daya pikat untuk kedua buah hati yang ikut serta bahwa nilai yang dikedepankan adalah melantunkan sebutan cum laude untuk persepsi dan perspektif pada kekuatan semangat untuk menggapainya. Bukankah itu adalah definisi yang akan memacu sekaligus bercermin pada hakekat mencapai dan menggapai, sesuatu yang mampu diraih dengan kekuatan semangat diri dan keyakinan full orientasi. Bukankah begitu ananda ?

*****
Genggam Kalimat

Kebersamaan untuk menyongsong akhir cerita, kebersamaan untuk menuju ruang masing-masing seperti sediakala ketika kita dipertemukan oleh alur akademik yang menyapa kebersamaan. Dan kebersamaan itu Ahad malam ini diseremonikan sebagai bagian dari ritual dan prosesi yang telah menjadi adat istiadat dan tradisi. Dan malam ini diperdengarkan kembali sepatah dua kata, kesan pesan, rangkaian ucap dan genggaman kalimat sebagai titik akhir jalan cerita. Tentu dengan sejumlah nilai yang dibungkus dan dirapikan melalui secarik kertas tebal formal yang sudah disepakati bahwa satu akhir cerita harus diselesaikan dengan catatan sebutan dalam secarik kertas itu, cum laude.

Dan aku menerimanya dengan sukacita, dan aku menjalaninya dengan ruang nada yang hangat, dan aku menjabatnya dengan senyum rasa anugerah sembari meyakinkan diri bahwa ini adalah sebuah catatan yang diseremonikan dan tentu pula membaginya dengan senyum di sulung yang begitu apresiatif atau si ragil yang senang mendokumentasikannya, atau my wife yang begitu tekun menyaksikannya. Ya ini adalah bagian dari penyelesaian itu, dan ruang yang megah dengan tata acara yang teratur dan penuh keakraban adalah sisi yang menjelaskan cerita sepanjang ruang, sepanjang rasa, sepanjang alur untuk dijelaskan dengan binar mata dan binar hati.

Terimakasih pada jalan cerita
Terimakasih pada sebuah seremoni penutup
Terimakasih pada ruang spirit yang menghangatkan
Terimakasih pada my wife (khumairoh, si merah delima), si sulung dan si ragil yang selalu membanggakan
Terimakasih pada rangkaian yang telah dipergelarkan
Terimakasih for all
*****
Selimut Aqidah

Memahami lantunan kalimat yang disiarkan oleh seorang ustad berkaliber rasanya mampu mengosongkan ruang cerita yang lain, kegiatan yang lain, dan kunikmati rangkaian bahasa dakwah yang ringan, sesekali menggigit dan gaya khas yogya yang dimilikinya. Ustad Wij yang selalu tampil apa adanya, to the point dan banyak mengasah ruang hati yang kadang butek dan memandang pada versi persepsi subyektifitas yang lebih sering kelirunya. Maka ruang lantai satu yang juga berfungsi sebagai masjid itu menjadi ramai rasanya, semarak aromanya dan mampu mengajak audiens untuk betah berlama-lama, tak terasa hampir 2 jam hanya untuk sesi itu.

Alhamdulillah, ada nilai tebalnya, ada nilai halamannya, ada nilai silaturrahminya, ada nilai bait kalimatnya, setidaknya mengajak komponen diri untuk menyapu sekujur diri menyatakan koridor yang menjadi jalan ihdinas sirotol mustaqimnya. Bahwa pembinaan itu perlu, seperti suasana ini, mengingatkan, mempertebal dan meyaksikannya sebagai sebuah genggaman diri. Dan pelukan aqidah untuk diselimuti terus, untuk dipakaikan terus, untuk dinyatakan terus, sampai menjadi bagian dari bungkusan bekal yang membawa hakekat diri.
*****
Nyanyian Kebersamaan

Incognito yang diperdengarkan adalah mencuci pandang rasa dan pandang ruang untuk disematkan pada kisah yang diresumekan malam ini, Jumat malam yang berlapis hujan. Banyak hal yang tercakup ketika obrolan informal, mendekatkan jarak yang mengisi cerita selama ini. Ya di ruang yang dipersiapkan untuk dinner kebersamaan ini bercerita tentang coverage selama bersentuhan modul adalah menggelar kembali bagian-bagian yang mesti dan layak untuk disampaikan ulang, setidaknya sebagai bagian dari kedekatan antara pengajar dan yang diajar untuk nilai silaturrahmi yang dikemas rancak.

Bahwa ada souvenir tentulah itu bagian dari kesepakatan untuk sebuah tanda mata dan sebagai ikatan kedekatan yang telah dibangun selama ini. Maka nyanyian kebersamaan adalah penyejuk yang mampu mengedepankan kedekatan tanpa jarak. Maka sambutan yang diperdengarkan adalah souvenir yang berbungkus kisah untuk disambung terus. Dan itu semua memberikan cakupan bingkai bahwa selesai dalam suatu hal bukanlah sketsa perpisahan yang dicantumkan melainkan sekedar melakukan closing pada sebuah program.

Malam lepas dan basah adalah sambutan yang digelar agar kita tidak menjadi kering dalam persahabatan dan pergantian peran. Semua yang dilakukan adalah menyepakati peran dan lakon, untuk kemudian dijadikan perekat interaksi antar personal. Lapisannya adalah membagi kebersamaan dan memperluas cakrawala nilai diri.
*****

Wednesday, November 07, 2007

Titik Persimpangan Ini

Jalan tidaklah tanpa simpang terus menerus, ada walau sesaat sebuah simpang, apakah simpang tiga atau simpang empat memberikan sinyal sudah sejauh mana rangkaian cerita diri yang diperoleh. Dan satu simpang sudah kulalui dengan ketekunan dan keyakinan bahwa aku dapat mencapainya, maka sebuah tiang menyapaku di sudut itu sembari membentang spanduk : what next for you.
Tentu saja aku tetap meneruskan langkah, dan sebuah simpang tadi adalah bukti pencapaian yang kudapat setelah satu setengah tahun menjalaninya, menggelutinya dan menitinya dengan semangat potensi diri yang kupunya. Dan awal minggu depan purnalah melalui sebuah seremoni yang tentu saja menjadi tradisi untuk dilalui. Setidaknya ada tiga langkah "perpisahan" yang akan kulewati, akhir pekan ini menghiasnya dengan dinner together, dan awal minggu depan formalitas yang menjadi penanda akhir persimpangan itu akan kujalani jua.
Dan jalanku tetap kutempuh untuk mencapai persimpangan lain yang memberikan sinar pencerahan dan pengayaan autentik bagi nilai manfaat dan referensi. Selayaknya untuk persimpangan yang satu ini ada selebrasi dan seremoni yang dipergelarkan. Selayaknyalah.
*****

Tuesday, November 06, 2007

Rindu yang dituntaskan

Rindu yang dikupaskan
Rindu yang dipuaskan
Rindu yang dituntaskan
Rindu yang dihabiskan

Adalah cerita yang mampu menjulangkan angan dan sekaligus menuangkannya pada sejumlah kata, kalimat dan paragraf. Ketika menjumpaimu pada sebuah hari, yang berkelok, yang menikung, yang menanjak, yang memanggil, yang menyapa. Dan jabat erat tanganmu adalah sambutan pada dinginnya larut malam dan pelukanmu adalah cerita berbait yang kukunyah, kuresapi dan kuhayati selayaknya mematut-matut diri pada kaca tanpa berkata. Dan engkau adalah catatan yang memberikan nilai kepuasan manakala seharian menelusuri lekuk dirimu, pinggang lereng gunung yang mengitarimu.
Dirimu adalah ceritaku, yang ingin kucerminkan sampai di mana keyakinanku pada apa yang disebut silsilah untuk menyimak, silsilah untuk mengadopsi dan menularkannya pada lanjutan langkah yang kudapatkan sampai sejauh ini. Dirimu adalah bagian dari perjumpaan yang tak sering. Itu sebabnya perjalanan ini adalah membenam rasa rindu yang menggelembung dan memastikan sebuah sapaan pada lambaian yang selalu seperti itu sejak dulu. Ya sejak dulu dan selalu begitu.
****

Saturday, November 03, 2007

Catatan Perjalanan

Tirta Hati

Gunung kebanggaan itu kutatap lama sekali sembari ingin segera memeluknya didinginnya pagi. Sesekali kuambil dan kurekam jejak tingkahnya dan orang-orang disekitarnya yang masih tetap saja seperti dahulu, tradisionil dan menjaga eksitensi istiadat yang kurindu itu. Hari ini kunikmati pandang hati itu dengan tirta hati dan sembari duduk di teras sebuah toko, kusimak tingkah polah itu dan memberikan apresiasi pada keseharian yang menjadi catatan kesibukan itu.

Kota kecil ini adalah pusat sebuah marga, pusat pertemuan dua religi besar, pusat pertemuan kehangatan adat dan agama yang harmoni. Dan semuanya sudah berlangsung turun temurun, berlangsung apa adanya dan begitulah adanya. Penjagaan terhadap tradisi yang menjadi catatan tanpa koma itu adalah kesaksian yang memberikan nilai kekerabatan yang begitu akbar senilai dengan kebesaran gunung yang mengawalnya dibelakang kota. Sebuah testimoni yang ingin kujadikan sebagai pelangkap paragraf cerita diri.
****
Bingkai itu

Bukankah mereka adalah bingkai kebanggaan itu
Sembari mendoakan kelapangan perjalanan panjangnya
Bahwa itulah silsilah yang menerbitkan kekaguman
Bawa itulah tarombo yang menyenandungkan kebanggaan

Ya, sampai disini aku harus mengangguk
Ya, sampai disini aku harus mengamini
Ya, sampai disini aku harus mengakui
Bahwa mereka adalah catatan yang bernilai emas
Bahwa mereka adalah catatan yang bernilai intan

Maka kunjungan yang kuhampiri adalah membaca temanya
Maka kunjungan yang kusentuh adalah mencatat lukisannya
Maka kunjungan yang kusapa adalah menyatakan garis tebalnya
Dan membawanya pada catatan hati :
Aku telah datang membawa sekuntum hati
****

Tujuan itu

Telusur ulang untuk menceritakan
Dan mengambilnya sebagai penyeimbang catatan
Dan menyentuhnya sebagai penyangga identitas
Dan menyapanya sebagai pesinden matahati

Seperti biasa
Engkau adalah subyektivitas yang tak pernah berubah
Engkau adalah naluri yang melirik jalan-jalan pagiku
Engkau adalah cerita yang tak mampu diselesaikan sehari
Engkau adalah saksi yang menjelaskan hitam putihnya gambar

Seperti pagi ini
Jalan-jalan yang menuju pancuran air tidak pernah berubah
Jalan-jalan yang menuju titik akhir sama saja jalinannya
Jalan-jalan seputar halaman adalah irama yang tak berganti
Jalan-jalan menuju cerita tidak ada yang berkelir lain
****

Lintas, Lantas

Membuka hari dengan catatan penuh bahwa seharian ada di lintasan menuju sebuah perjumpaan identitas historis. Bahwa kemudian seharian jua ada di catatan yang membukukan ruang kelapangan agregat, adalah itu yang memberikan suntikan mengapa aku harus ada di sebuah arung yang bernama lintasan menepikan semua agenda. Karena kumpulan cerita yang hendak dimuntahkan adalah bagian dari aneka telusur untuk meyakinkan sebuah alinea yang menyatakan bahwa hati adalah bagian ari gregat yang hendak dijelajah ulang.

Lantas cerita semalam suntuk adalah penabuh yang memang hendak kudengarkan, sembari menahan penat setelah seharian memegang kemudi melintas batas dua provinsi yang menyapu ruang jalan. Kampung halaman adalah bungkusan yang meyambut dengan dinginnya malam menjelang puncak. Dan seruput secangkir kopi yang disuguhkan memberikan adrenalin tambahan untuk mendengar rajutan cerita yang disetarakan dengan mengambil makna untuk agenda yang menampilkan judul : Menjelajah Jahitan Diri.

Betapa kemudian kurasakan urang pandang yang menerawang melewati batas yang ada dalam bentang diri sejauh yang didapatkan. Bahwa ada yang menjadi kebanggaan ketika jahitan itu adalah manifestasi dari episentrum yang menyajikan halaman-halaman kekuatan nilai kekerabatan dan menyentuhknya dengan lagu cerita yang hidup di sisi telinga. Betapa aku merasakan bahwa kebanggaan adalah sebuah urutan yang mesti menjadi nomor utama dan dibingkaikan dengan sulaman yang menampilkan sosok diri untuk dikemaskan dalam kalimat tak bertanya : Oh jadi begitu jalan ceritanya ?.

Dan lintas tengah yang dijelajah dengan rute panjang Pbr-Bkn-Pspngr-Sbh, GnT, Spr sampai di sudut lembah yang ”begitu terus sepanjang penglihatan” adalah sajian yang memberikan nilai inspirasi baru bahwa jelajah adalah mengapai sebuah gengaman yang kembali dirajut, dijahit dengan benang simpul dan berupaya untuk membungkusnya dengan kalimat : Betapa kehormatan adalah seremoni yang terus dipergelarkan dan menjadi bukti kehormatan keluarga besar. Duhai betapa aku ingin menjadikannya sebuah buku cerita.

****
Ketika Harus Terlantar

Ketika harus terlantar di sebuah bandara nomor wahid di negeri ini, ketika harus menggapai informasi untuk mengapa dan mengapa, ketika sentuhan pelayanan dan kumuhnya sebuah airport ibukota menjadi titik singgung yang dikunyah. Maka apalagi yang bisa menjadikan nilai bangga pada definisi pelayanan selain etika kesemrawutan yang dikedepankan. Dan jarak pandang yang terakumulasi adalah betapa buruknya kalimat yang harus dibawa sebagai kesan ketika menyaksikan bunda harus bersila di lantai untuk menunggu lanjutan yang harus ditempuh sekali jalan. Bukankah keterlambatan ini karena jangkauan yang tidak mampu digenggam sepenuhnya manakala sebuah keberangkatan harus delay terlalu lama. Dan dampaknya tidak pernah dijelaskan selain meyampaikan permohonan maaf. Dan sesungguhnya pencitraan itu dibangun oleh mekanisme sistem yang mestinya dinyatakan sebagai penyangga utama untuk nilai pelayanan. Tetapi begitulah, sampai akhirnya harus berganti maskapai tetap saja ada rasa yang belum pas untuk dituntaskan. Bahwa kita memang masih amatiran.

****

Thursday, October 25, 2007

Ruang Siar

Ruang pandang adalah terminal yang mampu mengedepankan hiruk pikuk dan kesibukan ketika perspesi yang dibangun adalah menyaksikan pertunjukan peran. Ruang pandang yang disiarkan adalah stasiun yang mampu menyiarkan artikulasi diskusi ketika penafsiran menjadikan titik bernama garis. Dan itulah ruang yang dapat dipancarulangkan manakala sejumlah adegan mempertontonkan laku lajak yang disemayamkan pada sejumlah pin bernama lakon.
Hari ini ruang yang diperdengarkan dan disiarkan adalah menyaksikan lakon sektoral yang memainkan episode rutinitas bernama sisi argumen tanpa mampu mencairkan kesetaraan. Begitu, dan ketidaksetaraan yang disebarkan adalah menyanyikan lagu yang tidak dapat dijelaskan dengan interpretasi apapun. Itulah, dan sesungguhnya kompleksitas yang dikedepankan adalah mencoba mengajak ulang dan melangkah ulang, yang sudah dilakukan berulang tetapi sayangnya tidak jua merubah paradigma, seperti biasa, telunjuk lurus kelingking berkait.
***
(Met ultah ananda, dirayakan, semarak, ikut serta, bersenandung dan menyatakan rasa sayang yang menyejukkan, makasih ya Pa, katamu)
***

Wednesday, October 24, 2007

Cerita Batas

Ketika batas menjadi iringan langkah, apakah kemudian semua akan memberikan titik kulminasi di sisi ini, adakah yang mampu memberikan ruang pandang bagi sejumlah asa yang telah diseberangkan lebih dulu. Sejumlah asumsi dibungkus dan diceritakan melalui hipotesa dan sejajar dengannya, dikumandangkan pada sebuah pagi, pada sebuah siang dan menutup reffnya dengan lagu hati yang bercampur aduk.
Ketika cerita batas dikemukakan, adalah dia yang menjadikan sejumlah siar menjadi kumpulan titik yang bernilai noktah. Dan ketika batas itu menjadi catatan yang harus dilalui, apakah kemudian persepsi yang dibangun menjadi setali tiga uang pada sebutan yang mengemuka : tutup saja dengan sebuah pintu.
Tidaklah dia mampu memberikan sekuntum senyum manakala matahari apalagi matahati tak jua memberikan kesegaran taman bunga. Dan oleh itu ada sebungkus tulisan yang selalu dinafikan bahwa perjumpaan yang memberikan sorot pijar hangat menjadikan nilai meleleh sampai di aspal nadi. Dan lewatlah sebuah kesempatan, dan lewatlah sebuah batas yang hendak diceritakan.
(Mempersiapkan perjalanan panjang, mengiringi jalinan yang diasah ulang, semoga menjadi asa baru yang menyetarakannya dengan kedamaian bunda).
(Thanks for As yang selalu concern dengan hari-hari penting, dan menjadi catatan yang bernilai souvenir).
****
****

Sunday, October 21, 2007

Fitri

Fitri
Bersenandung
Bertakbir
Bernyanyi
Riang hati
Riang nadi
Berjumpa
Bersalaman
Bersendagurau
Berkumpul
Hingar bingar
Menjelajah
Menghampiri
Menyatakan
Bermaafan
Bermacet ria
Berbarengan
Luar biasa
Menikmati
Menyelesaikan
Menuntaskan
Fitri
Betapa genggaman itu

Thursday, October 11, 2007

Menjelang

Menjelang akhir
Ketika sinar mata indahmu memastikan sudah
Ketika sesungging senyummu menyudahi pesona
Ketika langkah panjangmu mencapai halte akhir
Ketika sapaan lembutmu membelai relung hati

Menjelang sore
Ketika sinar mentari memberikan makna sampai
Ketika sinar matahati menyatakan sesampainya disana
Ketika naluri diri mengatakan ada saat di persimpangan
Ketika jumpa tidak lagi menjadi headline jawaban

Menjelang malam
Ketika rembulan enggan memastikan sinar
Ketika bintang mempesona dan menggaris langit
Ketika bayu menyentuh pipi di tepi perjumpaan
Ketika embun belum menjalankan hakekat malam

Menjelang dinihari
Catatan tentangmu adalah argumentasi terkini
Catatan tentangmu adalah menafsirkan jemari lembut
Catatan tentangmu adalah memastikan keindahan
Tentang sinar mata indahmu
Tentang aura laku sikapmu
Tentang semua yang mematri pada sunggingan senyum

Duhai dimanakah engkau
Duhai dimanakah dirimu
Duhai dimanakah pelabuhan senyumku
Duhai dimanakan terminal jumpaku
Duhai.......
*****

Wednesday, October 10, 2007

Nilai

Sebuah nilai adalah persetujuan tentang definisi yang dijaring dengan perhitungan indikator dan mengulumnya dengan sulaman predikat. Tetapi apakah kemudian bisa menjadi pendongkrak asesories yang telah dipatri dan telah menjadi sebuah nisan bertuliskan ” Telah beristirahat dengan tenang sebuah argumen pembenaran dengan asumsi hanya sebatas maksimal itu”. Itulah yang kemudian diusung, dibawa dan disanjung menjadi sebuah pencitraan yang sejatinya adalah ukuran satu dimensi yang disponsori subyektivitas peran. Dan yang lebih menjadi sosok tampilan adalah mengunci pada nilai sebutan yang diselipkan pada apa yang disebut sistem dan sistematis. Dua benda yang menjadi landas landing ketika ternyata setelan nilai sudah digantung pada dinding berlapis triplex, dan dijajakan.

Sejauh itulah yang menjadi lagu pencatat hari, dan sejauh itu pula ritme dan referensi yang tidak mampu menjalankan perubahan predikat dan hanya berada di pusaran angin. Bagaimana menjelaskan pada sinar bening yang mengantar di gerbang depan, setiap hari, dengan keyakinan yang meneguhkan asa, kalau ternyata hanya berada pada barisan tanpa komando, layaknya sebuah perjalanan menuju halte rutinitas. Jawaban kebeningan itu adalah memastikan siang ini dengan menyelesaikan lagi 1 juz sebagai sebuah nilai yang melebihi hakekat kesementaraan itu. Ya hanya sebuah kesementaraan yang selalu menjadi tolok ukur dan hanya sebatas ukuran satu dimensi yang menjadi barometer. Padahal jika menggalinya lebih dalam lagi akan kelihatan bahwa rangkaian nilai itu adalah sebuah istana pasir di pantai landai. Sayangnya pula, ukuran itu selalu disematkan pada dada dan menyampaikannya sebagai definisi.
****

Monday, October 08, 2007

Khusyuk, Jelajah

Memimpin itu adalah mengaduk aroma dan mempimpin tarawih Senin malam ini adalah mengaduk adonan itu. Bagaimana hati ingin memberikan suasana kekhusyukan sembari menghitung jumlah rakaat demi rakaat dan bacaan dengan tartil yang benar. Namun itu bukanlah sesuatu yang baru, hanya karena ini malam ke 27 aku ingin menyentuhnya dengan nilai lebih yang dapat kuperbuat. Dan ketika memulai itu semua kupasrahkan bahawa aku ingin memelukMu, aku ingin mendekapMu. Dan lantunan ayat kukumandangkan dengan membawa rasa hati yang mengaduk aroma, betapa sesungguhnya Engkau dekat dengan kalbu, Engkau dekat dengan dada, Engkau dekat dengan wajah.

Subhanallah, persaksian di masjid bersejarah ini adalah untuk yang kesekian
Alhamdulillah, persaksian di masjid tua ini adalah untuk malam yang kesekian
Allahu Akbar, persaksian di masjid kebanggaan ini adalah untuk tahun yang kesekian
Engkau menyaksikan
Hamba menyelesaikan
Dan sekujur diri menyambut jabat tangan dengan teduh dan syahdu
****

Jelajah minggu adalah pengisian ruang harpa
Untuk melantunkan kesucian ayat
Dan menyentuhnya dengan semangat dekapan hati.
Betapa isian ini yang mampu menyibak tirai
Untuk tetap ada di barisan teguh
Untuk tetap ada di jembatan kukuh
Untuk tetap ada di marka rengkuh

Sementara
Jelajah warna adalah isian yang mencari
Tuk sekedar menjajakan kesiapan menyambut
Dan mengalirinya dengan jemputan sore menjelang
Sembari berkata dalam hati :
Duhai betapa jelajah yang menyentuh
Duhai betapa jelajah yang mengurai
Menyampaikan pesan pada sejumlah mata
Bahwa aku adalah sinar mata itu
*****

Berbagi, Menikmati

Berbagi waktu untuk mempersiapkan
Berbagi waktu untuk menyelesaikan
Berbagi waktu untuk mendapatkan
Berbagi waktu untuk menyambut

Dan menuntaskan rencana adalah bagian dari penyisiran hari ini
Ketika bersama membagi langkah untuk mempersiapkan
Ketika sambutan menjelang yang harus dijemput dengan fitri
Setidaknya asesories yang diarungi adalah memperindah nuansa

Dan Sabtu pun menjadi sesibuk semua
Dan Sabtu pun menjadi senandung bersama
Dan Sabtu pun menjadi episode yang berbagi

(Matahari terik tidaklah menjadi penghalang ketika matahati mampu memberikan cakupan persemaian pada apa yang disebut sebuah janji yang harus dituntaskan hari ini).
*****

Ketika buka sebuah situs adress penting Jumat pagi ini, kusimak sebuah tulisan panjang tentang tema terkini yang lagi digebyar. Dan setelah kusimak beberapa saat sembari meyakinkan, ternyata ada bagian dari tulisanku yang disisipkan di tulisan panjang itu. Kuulang lagi dan semakin kuyakinkan bahwa ada cuplikan tulisanku yang menjadi beberapa paragraf. Bercampur rasa didalamnya dan tentu merupakan kebanggaan sendiri ketika pendapatku, pandanganku menjadi bagian dari tema yang diceritakan, menjadi bagian dari sebuah judul yang menghantar solusi bagaimana seharusnya. Dan tidak perlu jua aku memberikan respons kembali, cukuplah si penulis merasakan bahwa dia telah mengikutsertakan sudut pandangku tentang sebuah tema, dan tak perlu jua menyatakan bahwa itu adalah bagian dari paragraf yang dicuplik dari sebuah judul tulisanku.

(Menikmati religi Jumat di Masjid kebanggaan, teduh dan sejuk. Mampu memberikan keluasan hakekat dan kedalaman nuansa. Semua kusimak dan memberikan secangkir kenikmatan manakala rimbunan jamaah mengiringi suasana religi. Masjid yang agung, masjid yang akbar, fenomenal dan monumental setidaknya dalam pandanganku, memberikan ruang apresiasi yang meninggi dan melambung).

Thursday, October 04, 2007

Buka Bareng

Nilai silaturrrahmi petang ini adalah membuka tema innamal a'malu binniat dan khoirunnasi anfauhumlinnas, dan semarak nilai religi sembari mendengar tausyiah dan menikmati hidangan berbuka, berbagi dan memberi kabar dengan lapis senyum dan kebersamaan.
Jalan Ramadhan sepuluh hari terakhir adalah menjalin kebersamaan dan memang tepat moment ini diadakan, berkumpul bersama keluarga besar, ada pucuk pimpinan dan kafilah manajemen yang datang, berkunjung, berbagi dan bercerita. Ada yang disantuni, ada yang diberikan, ada yang mendapatkan, ada yang memberikan. Betapa berkah itu membungkus suasana yang berakhir dengan jabat tangan.
Bahwa nilai yang didapat adalah menjalin kebersamaan itu
Bahwa nilai yang dibungkus adalah menjabat erat sambutan itu
Bahwa nilai yang didapat adalah menjelaskan rangkaian dengan jernih
Bahwa nilai yang didapat adalah mengamini semua doa yang dipanjatkan
****

Catatan Rantai

Catatan Tiga, Sepuluh

Menikmati suasana hari dengan isian lantunan, isian kajian, isian tadarus, isian tarawih, isian yang memberikan ketebalan pada keyakinan untuk membawanya pada keputihan rasa, sebagai jalinan yang membungkus cerita hari cerita hari ini.

Ada sujud jamaah
Ada penyelesaian juz
Ada tengadah tangan
Ada doa malam
Ada serambi harap
Ada sejuta pinta
Pada sebuah pintu
Pada sebuah nama
Pada asmaMu
(Dan biarkan dia dengan rintihannya yang menjadikannya sebagai pelajaran sebab akibat yang merajam, toh awalnya adalah dia juga)
****

Catatan Dua, Sepuluh

Permisi dulu, ada yang harus diselesaikan sebagai bagian dari nilai deal, memenuhi kebutuhan untuk persiapan dan sekaligus memenuhi permintaan. Bahwa itu adalah prioritas jelas jadi tujuan utama, apalagi yang menyatakan adalah bunda, sosok yang selalu ingin kurengkuh dengan dekapan hangat. Dan sepanjang siang melangkah dengan beberapa halte yang dituju untuk melengkapi, menyetujui dan membawanya sebagai bekal dan tambahan. Ada yang baru sesuai permintaan ananda agar menjadi lebih ramai teaternya, tidak sekedar ganti channel yang kadang membosankan.

Maka sepanjang siang adalah jalan-jalan yang merengkuh
Maka sepanjang siang adalah jalan-jalan yang merambah
Maka sepanjang siang adalah jalan-jalan yang menambah
Maka sepanjang siang adalah jalan-jalan yang menyelesaikan
****

Catatan Satu Sepuluh

Kusampaikan pesan bahwa nilai langkah hari ini adalah keteguhan
Kusampaikan pesan bahwa nilai jalan hari ini adalah ketegaran
Kusampaikan pesan bahwa nilai tangga hari ini adalah ketegasan
Kusampaikan pesan bahwa nilai tandang hari ini adalah kegigihan

Apa yang kau perbuat selama ini adalah catatan yang mampu mendobrak keyakinan bahwa engkau adalah pusat keangkuhan yang mampu memakai baju penggiringan opini. Kau campakkan nilai yang kau ucapkan sendiri dan kau jadikan sebagai pembusukan yang harus dibelatungkan. Betapa engkau adalah persepsi yang memberikan nilai kekerdilan jiwa dengan selalu mengatasnamakan kepintaran yang engkau miliki, padahal hanya sebatas itu. Diluar koridor itu engkau sejatinya adalah kekerdilan jiwa yang mengembara sebagai pelatih pencitraan., Sayangnya pencitraan yang berwarna kelabu dan hanyut dalam ego diri yang merasa sebagai pionir, padahal hanya sebatas pecundang.

Pertanyaan yang selalu menggema adalah apakah aku merugikanmu. Apakah aku mengusik jalan-jalan keseharianmu. Apakah aku menjadi obyek pelampiasan hasrat egomu yang luar biasa kerdil itu. Sejauh yang kutanya pada sepotong hati, ketika dinihari menyentuh selimut dingin, ketika membasuh wajah dengan dinginnya air, dan bersujud, dan bertafakkur, tidaklah kudapatkan sesuatu yang menjadikan aku sebagai awal dari cerita, awal dari fragmen. Aku selalu bawakan diriku apa adanya dengan segala hal yang kumiliki. Dan jalan yang menjadi asaku di setiap hari adalah keyakinan pada sebuah goal bahwa semua yang kulakukan adalah menggali potensi sekaligus menjalankan kewajiban yang menjadi langkahku. Lantas mengapa engkau berbusuk hati. Dalil hati yang selalu menjadi referensi adalah iringan iri dan khasad yang engkau dapatkan manakala jalan kita bersinggungan dengan asumsi bahwa engkau merasa sebagai pengendali opini.

Kusampaikan pesan bahwa aku adalah langkahku
Kusampaikan pesan bahwa aku adalah ragaku
Kusampaikan pesan bahwa aku adalah caraku
Kusampaikan pesan bahwa aku adalah nilaiku

Dan engkau adalah pusat studi tentang kelancangan argumen
Dan engkau adalah pusat pribadi tentang egosentris berlabel angkuh
Dan engkau adalah pusat iri yang mengeksploitasi opini
Dan engkau adalah pusat dengki yang bermain di perelingkuhan omongan
****

Catatan Tigapuluh, Sembilan

Letih menyergap ketika matahari baru menampakkan sinarnya setelah sepanjang malam merayapi jalan-jalan sepanjang tujuan pulang. Ada yang harus dilepas untuk memulihkannya maka sepanjang tengah hari menyelesaikan jatah istirahat dengan lelap lena. Dan kesegaran pun mengalir kembali sembari membasuh diri, membersihkan dan merapikan kembali. Dan selanjutnya adalah tatacara menyelesaikan hari dengan catatan-catatan yang berbaris datar dan wajar.
Bahwa sebuah tujuan sudah diselesaikan dan bunda pun tersenyum ketika kujanjikan untuk melakukan perjalanan suci mendatang bersama keluarga. Semoga perjalanan itu menjadi catatan indah yang mampu dilepaskan ketika matahari dan matahati memberikan pencerahan dan kecerahan pada nilai istiqomah, semoga memberikan semangat pada rangkaian perjalanan sebatas yang kudapatkan.
****

Catatan Duapuluh Sembilan, Sembilan

Selamat pagi kota kembang, aku datang menjemput, aku datang menyapa, aku datang bertandang, aku datang berkunjung, aku datang melepas rindu dan menghampiri catatan-catatan yang mengalir sepanjang cerita. Dan kunikmati pesonamu dengan senyum dan dekapan, pada senyum ananda, pada senyum semuanya, pada kebahagian catatan perjalanan. Dan sepanjang matahari , berupaya memberikan nilai kasih sayang pada keinginan dan kesenangan kedua ananda, mengabulkan apa yang diinginkan dan mengisinya dengan sejumlah bungkusan sebagai penjemput yang melepas dahaga.

Sepanjang hari berjalan
Sepanjang hari menelusuri
Sepanjang hari menyimak kesibukan
Sepanjang hari menyentuh keinginan
Sepanjang hari menyampaikan salam pada kehangatan

Ananda tersenyum
Ananda terkesima
Ananda memeluk manja
Ananda menyatakan
My wife membungakan senyum
Bundapun menjelang
Menyambut buka puasa dengan kehangatan
Dan melanjutkan kisah cerita sepanjang malam
Sembari menelusuri jalur sepanjang utara
Jalan-jalan menuntaskan niat
Dan membawanya sebagai nilai harkat.
****

Catatan Duapuluh Delapan, Sembilan

Dia adalah cermin tiga dimensi
Dan memberikan catatan pada sebongkah hati
Bahwa dia adalah sebatas itu
Seperti pepatah
Menepuk air didulang tepercik muka sendiri
Dikira panas sampai petang ternyata hujan tengah hari

Batas yang dihinggapi dengan bingkai catatan hari ini
Adalah mendefinsiskankembali aroma yang dikeluarkannya
Adalah mencatan kembali sejumlah dengki yang bersemayam
Padanya
Pada sosok berlapis autis
Pada sosok berlapis ego

Catatannya adalah
Hanya sampai di permukaan
Ketika ternyata hanya sebatas argumen
Yang memberikan keyakinan pada cerita hati
Bahwa dia ternyata hanya sebatas itu
Tidak lebih

(Dan sudah kusampaikan pada semua, dan mereka ada dibelakangku menyambut setiap kemungkinan yang menjadi catatan bergaris tebal, bagian dari kisah untuk sebuah judul yang tercipta : bersiap !)
****

Thursday, September 27, 2007

Hanya Segitu

Sesungguhnya hanya sampai di titik itu
Manakala pandangannya yang kuyu mengejawantah
Manakala sinar redupnya dikalahkan mentari pagi
Dan tidaklah menjadi ruang kedengkian
Seperti dia
Seperti rupanya
Seperti gayanya

Tetapi sesungguhnya perjanjian itu
Adalah membagi nilai maksimal yang dibentuk
Dan pesan akhirnya adalah
Hanya sampai di batas itu
Karena dia tak mampu meneruskan kejantanannya
***

Tuesday, September 25, 2007

Ayam Sayur

Ayam sayur layu sebelum disiram air
Dikira sudah cukup kuat melakukan kukuruyuk
Ternyata hanya segitu saja
Dan wajahnya pucat pasi meminta belas kasih
Dan mulutnya terkatup tanpa omong
Tajinya yang selama ini dipamerkan jadi tulang rawan
Tak bergigi
Tak bergizi

Jadilah gelarnya lengkap ayam sayur bermental banci
Jadilah harinya seperti basah kuyup ditimpa hujan tak berawan
****

Sketsa Jalan

Memacu rangkaian hari, melihat catatan dan bacaan yang harus dituntaskan hari ini, menyelesaikan satu juz lebih untuk memberikan nilai pada sebuah hari dan berupaya mengejar penyelesaiannya agar bisa dipetik menjelang akhir ramadhan. Tambahannya adalah kajian mingguan bersama pada Senin pagi yang telah direncanakan. Sebuah kebiasaan, dan menjadi hal yang biasa dan tambahannya adalah mencoba memaknainya, mengartikannya dan mejalaninya dengan bimbingan, sehingga semakin meyakinkan tatabahasa yang harus ditaati.

Nilainya adalah sesuai yang menjadi target hari, sehingga menjadi langkah penting yang akan menyelesaikan cerita indahnya ramadhan. Dan nilai hari ini adalah memandang ketidakadilan yang difragmenkan ketika atas nama tanggung jawab bisa membalikkan kalimat, begitu saja dengan berbaju argumen. Biasalah karena nilainya adalah mengais dan mengais, kalau tidak akan mengurangi kadar niatnya. Dan itulah sekelumit pesta yang selalu dipentaskan bersama nilai rautnya. Sebuah argumen berlapis pembenaran, padahal yang ada adalah rekayasa.
****

Ahad ini terasa benar nilainya shaum itu dengan keletihan fisik, semalaman tidak tidur karena harus menghadirkan diri bergabung dengan warga lain untuk bertaziah sampai menjelang sahur, dilanjut dengan tahajud di Masjid kebanggaan. Dan pagi ini kembali harus menyelesaikan fardu kifayah itu, memberikan sepatah dua kata untuk disampaikan sebagai kewajiban ngomong, melakukan sholat janazah dan lantas mengantar ke peristirahatan terakhir. After itu, kembali harus menyelesaikan revisi dan mengantarkannya. Dan ini adalah langkah berkah karena semuanya ahirnya dapat kutuntaskan, seperti diberi kemudahan, dan memang aku menikmatinya dengan kemudahan dan lapang jalan. Nah paling tidak siang ini pengennya ingin menuntaskan istirahat siang sebagai bayaran gak tidur semalaman, namun baru menginjakkan langkah di depan ada lagi kabar duka yang harus dijalani lagi, mengunjungi on the spot insiden lalapan si jago merah di rumah saudara, bergegas kesana dan menyaksikan ganasnya api yang membakar. Dan semua dapat dituntaskan dengan 3 mobil pemadam kebakaran. Ya, musibah datang tak terduga ketika sedang menikmati ramadhan yang terik ini. Dan ini adalah rangkaian perjalanan yangtidak pernah disekenariokan, dan harus dinikmati dan dijalani.

Sesuai janji, maka buka puasa kali ini adalah menikmatinya di Pizza bersama keluarga, menikmati keletihan yang terasa itu dan menghirup segelas air manis sebagai pembuka. Alhamdulillah, terasa benar nikmatnya, terasa benar suasananya dan memberikan cahaya pandang yang berwarna ketika rasa nyaman mengaliri sekujur tubuh bersama jalannya energi dan kalori menuju dan merata. Ketika jalan-jalan hari memberikan keletihan seharian, maka nilai buka itu memberikan nilai lebih yang mampu membebaskan dahaga yang sedang memuncak. Dan ketika jam menunjuk angka sembilan, bergegas aku menuju pembaringan untuk melunaskan semua yang menjadi pusat letih serba ada untuk hari ini.
****

Plong rasa, plong rupa, plong langkah, plong angan, plong suasana
Ketika semua menjadi penutup hidangan yang dipandang berlama-lama
Ketika semua menjadi penyibuk waktu yang bersafari
Ketika semua menjadi pengganti cerita sepanjang hari
Dan selesailah sudah
Dan berakhirlah sudah
Sebuah rangkaian, setumpuk modul dan sebuku tulisan
Dapat diakhiri dengan kalimat yang menyenangkan, selesai dengan nilai
Selesai dengan jabat tangan
Selesai dengan senyum dikulum
Dan langkah Sabtu adalah menyelesaikan yang diminta
Sembari memastikan bahwa dapat menjadi catatan selesai
Dan setidaknya sudah menjelang
(Ada yang berduka, maka sepanjang malam berkumpullah, menyumbang dan membesarkan hati untuk tabah. Sebuah kecelakaan yang mengenaskan, dan itu adalah bagian takdir yang membawa catatan pada setiap cerita hari. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun)
****

Sunday, September 23, 2007

Setangkai Nilai

Jumat akhir yang menjawabnya
Ketika semua dapat kulewati dengan semangat yakin
Dan memastikan semua dapat kugenggam dengan keyakinan
Dan memang aku dapat menjalaninya dengan spirit mampu
Sembari menjabat ketiganya yang menyatakan selesai
Sembari menyambut ketiganya dengan senyum full hati
Sembari menyatakan pada ketiganya terimakasih sejati

Dan pulanglah aku menuju lega jalan
Dan memberikan kabar segera yang mengabarkan
Dan menyatakan suara pada sejumlah pernyataan
Ananda menyambut
Ananda tersenyum
Ananda memeluk
Menyatakan bening ramadhan dengan sejuta rasa
Menyatakan malam dengan dialog menyejukkan
Terimaksih pada semuanya
Terimakasih pada kesungguhan
Terimakasih pada keuletan yang dibangun
Terimakasih pada dukungan yang diungkapkan
Bahwa malam ini adalah sebuah langkah
Yang mampu diselesaikan dengan setangkai nilai
*****

Thursday, September 20, 2007

Mendulang Galian


RAMADHAN, MENDULANG GALIAN IBADAH

Oleh : H. Jagarin S.E.

Datang lagi penantian dari sebelas bulan sebelumnya, sebuah bulan purnama bulat bundar berdurasi bilangan qomariyah yang mengantarkan sejuta keindahan dan keteduhan nuraini berwajah bening. Sekuntum bunga cinta dan seikat kembang kasih sayang terbuka dan dibuka kembali oleh Allah dengan password untuk orang-orang yang beriman, melaksanakan interaksi kompleksitas ibadah di kelas utama yang bergaransi penuh. Jaminan terhadap tersenyumnya rahmat, berkat dan maghfiroh dipersembahkan kepada wajah-wajah pecinta sejati Al Quran dan Sunnah Rasul.

Adalah bukti kasih sayangMu yang memberikan sekali lagi kesempatan untuk ummat yang istiqomah melantunkan dan menayangkan pembuktian rasa tahu diri sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan spritual. Itulah sebabnya Engkau selalu memulainya dengan Yaa Ayyuhallaziinaamanu, sebagai pembatas dan kelas akselerasi yang Engkau sekolahkan dalam semester keimanan yang terakreditasi mutlak dalam ijazah ketaqwaan bergaransi jannah. Engkau tidak memilihnya dari kelas Yaa Ayyuhannaass karena Engkau memberikan nilai performansi hanya kepada orang-orang yang tahu diri dan bisa mengaca diri berkat taufik dan hidayahMu.

Adalah bukti kasih sayangMu jua yang tetap setia memberikan kesempatan pintu taubat terbuka setiap saat kepada seluruh sosok berlabel khalifah fil ardhi untuk kembali pada fithrah membersihkan semua daki khilaf, lalai dan dosa dengan deterjen pensucian tanpa harus membayarnya dengan kurs dosa yang telah menggejolakkan dan menghancurkan nilai-nilai istiqomah. Adalah Allah pula yang selalu membuka mata hatiNya untuk menerima pengampunan dalam cucuran air mata dan penyesalan nashuha yang mendalam. Bukankah ini karena rahman dan rahimNya kepada makhluk tercintaNya yang bernama manusia.

Ramadhan, begitu meriahnya sambutan yang dipestakan untuk mempertontonkan kesiapan mempersandingkan rangkaian ibadah dan pembersihan noda cela yang tercarut marut dalam perjalanan kelalaian lakon, ketidaksengajaan peran yang menyentuh titik singgung kewajiban hablumminallah dan hablumminannas. Ruang yang dipersiapkanNya membuktikan masih adanya rentang waktu untuk memutihkan pusat rohani yang terbungkus dalam bilik kamar hati dan mengadoninya dengan bahan-bahan baku rangkaian ibadah wajib dan sunnah.

Mendulang galian terbuka dengan kesempatan ibadah yang dipergelarkan dalam Tournament of Ibadah oleh Sang Khalik dengan Grand Slam Ramadhan Open, adalah karunia termegah yang dilaunching secara spektakuler melalui proklamasi wahyu yang dikumandangkan dengan kebenaran firmanMu pada qalam di surat nomor 2 ayat 183. Hanya tinggal mendulang wahai orang-orang yang beriman, tidak perlu lagi menambang dengan galian bawah tanah atau bawah laut. Sudah terbentang dalam lahan sejuta hektar yang dibentangkan dengan anugerah asma Allah diperdengarkan dan dikumandangkan pada kesyahduan dan kekhusyukan ibadah dan i’tikaf.

Bukankah itu sepenggal fragmen yang digratiskan Allah dari berjuta nikmat dan karunia yang dipancarkan tanpa harus membayar dari persewaan hidup yang diperuntukkan bagi hambaNya yang memikirkan nilai-nilai eksistensial keMahaanMu. Tidak ada nilai lain yang dapat disetarakan atau bahkan didaftarkan untuk membungkus rasa syukur menghitung kalkulasi esensial limpahan rahmatMu dalam kesempatan meraih prestasi Ramadhan yang bergelimang medali ibadah.

Lantas, ego apalagi yang akan kau jadikan sebagai alasan (wahai manusia) untuk tidak meminang Ramadhan yang Allah siapkan untuk mencuci bersih kekotoran mesin-mesin hati yang harus ganti oli. Sindiran Allah tersurat nyata dalam Ar Rahman : Fabiayyi aalaaa irobbikuma tukazzibaan, berulang kali disuarakan dalam surat cinta Allah Azza wa Jalla. Hanya orang yang berhati batu dan yang tertutup ruang hatinyalah yang akan memalingkan wajahnya dari keindahan bulan suci penuh ampunan ini.

Keangkuhan kita sebagai manusia adalah selalu melihat materialitas keduniaan sebagai target pengukur gengsi keberhasilan mengumpulkan barang titipan. Yang bernama kekayaan, jabatan dan kekuasaan. Padahal disamping sebagai barang pinjaman yang dihibahkan Allah sementara, dia juga adalah amanah yang akan dan harus dipertanggungjawabkan pada hari akumulasi perhitungan.

Keangkuhan dengan label kekayaan, jabatan dan kekuasaan sering menjadikan orang berkacamata kuda dan melihat nilai disekelilingnya hanya berukuran satu dimensi. Padahal hanya dengan ketinggian jangkauan pesawat terbang misalnya, dari jendela kabin kita dapat melihat keperkasaan yang sesungguhnya, alam yang membentang hijau dan biru dengan selimut awan yang melukis kebesaran ciptaanMu. Dimanakah bersemayamnya keangkuhan keperkasaan nisbi seorang anak manusia sehingga buta dan tuli terhadap tanggung jawabnya sebagai khalifah. Hanya ada pada sepotong hati yang merah hati, kalau dia rusak maka rusak pula instrumen kendali diri. Summa rodadnahu asfalasafiliin.

Perjalanan hidup tidaklah sekedar mencermati instink dan naluri biologis, namun lebih mutlak mengapresiasikan air hina yang dipancarkan sebagai sumber eksistensi kehadiran seorang anak manusia yang fithrah di bumi pertanggungjawaban. Untuk kemudian memberi kesaksian ibadah vertikal dan horozontal pada buku dunia yang menjadi batas waktu kehidupannya.

Perjalanan yang kita lalui sampai di batas ini dan bertemu kembali dengan bintangnya bulan (Ramadhan) merupakan saat yang tepat melakukan jurnal eliminasi dan closing terhadap setiap transaksi historis dosa dan kemaksiatan yang tidak sesuai dengan accounting treatment aqidah istiqomah. Bersamaan dengan itu marilah kita menjangkau beningnya fithrah dalam meraih kesempurnaan ibadah Ramadhan untuk membuka buku baru yang berjudul Al Fatah (kemenangan).

Selamat datang Ramadhan. Keniscayaan yang Kau hadirkan dalam berkah Lailatul Qadar adalah insentif bonus yang kadar kepekatan nilanya ada dalam genggamanMu. Kami berupaya untuk mencari dan menemukannya, namun bukan untuk menghitung profit margin yang ada didalamnya, karena nilai itu adalah rahasiaMu.

Pencarian kami adalah menjelajah menembus dinding ornamen Ramadhan, menyentuh keperkasaan asmaMu, melantunkan firmanMu, membisikkan doa, menahan beragam keinginan dunia yang tak pernah putus dan tak pernah puas. Penjelajahan kami adalah mencari ridhoMu, mensyukuri rahmat dan karuniaMu, mohon ampun atas segala dosa dan salah. Bukankah dari ridhoMu pula terbukanya semua pintu kerelaan, pintu rahmat dan keselamatan, wahai Allah.

Marhaban ya Ramadhan, wellcome beautiful month. Marilah kita masuki dan nikmati assesment center aqidah ini dengan kebeningan hati untuk memberikan nilai pencerahan iman dan istiqomah. Subhanallah.-
Semarang, 25 Sya’ban.
*****

Wednesday, September 19, 2007

Senang Rasa

Senang rasa mendengar ajakan itu, untuk kembali menapaktilasi jalan-jalan religi dan membawa sejumlah curahan hati untuk diceritakan. Tentu aku mengamininya sekaligus mempersiapkannya sebagai bagian rancangan perjalanan yang akan sangat menyentuh dan membunyikan suara-suara keteduhan. Semoga aja bisa dilaksanakan dalam waktu yang berselang ini, setidaknya mulai mempersiapkan kembali bekalnya, mempersiapkan kembali langkah-langkahnya, mempersiapkan kembali rangkaiannya. Dan Bunda pasti akan bersenang hati manakala diberitahu rangkaian langkah di hadapan ini dengan keikutsertaannya. Semoga Allah meridhoinya sebagai bagian dari pengerukan daki dan penjernihan mata air hati.
Sementara aku juga sudah menjelang selesai. Dan akhir pekan ini akan mempertahankannya sebagai bagian dari persyaratan yang diharuskan. Aku sudah siap dan tentu saja tetap ada nuansa sedikit "ganti cuaca", namanya juga akan mempertahankan, tentu harus mempersiapkan secara jelas dan mantap. Semoga berjalan sukses, semoga aku mampu memberikannya dengan segenap kemampuanku.

Tuesday, September 18, 2007

Cerita Seminggu

Cerita seminggu ramadhan adalah mengisi ruang dan kamar yang lama tak disinggahi dan kembali berupaya menjahitnya dengan untaian benang berjuntai. Ya untaian yang memerlukan jahitan untuk diukir kembali, disulam sebagai bagian dari perkuatan rasa yang berada di koridor keyakinan kebenaran.
Bahwa isian ruang dan kamar memerlukan kejernihan, untuk kemudian berupaya membersihkan kembali debu yang melekat dan tak sempat disapu selama ini. Betapa ada kesempatan yang disilakan untuk dinikmati, betapa masih ada celah untuk memastikan kejernihan adalah keyakinan untuk menggapai dengan kebeningan.
****
(Thanks untuk all fren yang memastikan dukungannya untuk keberhasilan langkah terakhirku)
(Thanks to sahabat yang memberikan sentuhan nilai ramadhan yang indah ini, semoga memberikan cakrawala pandang yang lebih luas atas semua yang bernilai jariah ini)
(Thanks atas imel yang memastikan kedekatan pertemanan grup kita. Bahwa mengingatkan itu adalah bagian dari nilai persahabatan yang telah kita jalin selama ini)
****

Thursday, September 13, 2007

Ketika Berucap

Ramadhan adalah perjumpaan tentang kesetiaan
Ketika kita kembali menyaksikan kesetiaan pintu hati istiqomah
Dan memasukinya dengan segumpal cerita berbalut perban luka
Ya perban luka
Luka pada catatan tahun
Luka pada catatan hati
Luka pada sejumlah omongan
Luka pada segumpal laku sikap
Luka pada segenggam asa di angan
Dia selalu menyambut dan membersihkan luka itu
Dan memeluk nadi hati dengan senyum kasih sayang
Dan membelai lembut sembari membersihkan luka-luka itu
Selamat datang Ramadhan
Mohon maaf atas segala daki khilaf
Mohon maaf atas segala debu dosa
Wassalam
Jagarin & Keluarga

Jawabnya :

Mata kadang salah melihat.... Mulut kadang salah berucap.... Hati kadang salah menduga.....

Ramadhan ‘kan tiba , mari kita sambut dengan suka cita.
Mohon maaf segala kekhilafan yang pasti ada,
"Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan."
Wasswrwb
*****
Kok jadi pinter2 bikin puisi seh...?heheheheeee...(Arum...lebaran pulang kampung gak)......

WALAU JEMARI TAK KUASA BERJABAT...
SETIDAKNYA...KATA MASIH DAPAT TERUNGKAP...
TULUS MEMOHON DIBUKAKAN PINTU MA'AF...
SERTA DO'A YG SENANTIASA KAMI DAMBAKAN...
DLM MENYONGSONG RAMADHAN MUBAROK DIPERTENGAHAN SYA'BAN MUKAROM...
KAMI MOHON MA'AF LAHIR DAN BATHIN ATAS KETIDAKSEMPURNAAN & SEGALA KEKURANGAN...
SEMOGA IBADAHPUASA KITA...DITERIMA ALLAH SWT...AMIN.
*****
Ih...., gile bener ching......Huebat-huebat...puisinya bikin orang mabuk judi eh...mabuk udara alias ngliyeng..hik2...,
Teruntuk kekasih bayanganku......,
Sebenarnya diri ini mendambakan segaris kata,
kata yang keluar dari wicara tulus hatimu yang paling dalam,
Adalah nasihat yang terurai dari katamu , itulah yang aku dambakan...
namun sayang...karena gengsi lebih kuat dari hati ....so... yach...bingung dech...
hik2..opo iku.., aku coba2 buat koq...
*****
Assallamualikum. Wr. Wb.
Saat tiba bulan Suci Ramadhan kita optimalkan upaya, memotivasi diri untuk melakukan banyak amalan-amalan yang penuh dengan kebaikan.
Saat tiba bulan Suci Ramadhan yang penuh berkah dan rahmat, kita ingin berada dalam keadaan hati yang jernih, ikhlas, lapang dan tenang. Semoga kita menyambut Bulan Suci Ramadhan dengan kesiapan fisik yang kuat dan hati yang ikhlas, dan mendapatkan malam Lailatur Qadar, Amiin.
Jika selama ini saya melakukan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tak disengaja, baik yg kecil maupun yg besar, Saya beserta keluarga mohon maaf lahir dan bathin.
Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya.
Semoga Allah SWT mencurahkan rahmat dan ampunanNYA bagi kita semua di bulan penuh berkah ini. Amin
Wassalamualaikum Wr. Wb
****
Aku arep balik mudik ngendi, wong Ibu-Ibuku ning Solo kabeh, wis ora duwe tempat mudik saiki, dadi ngirit gichu

Selamat Buat temen-temenku semua dalam menunaikan Ibadah Puasa ini, semoga di bulan Ramadhon ini membawa berkah bagi Kita semua beserta Keluarga semua
****
Ramadhan adalah bulan yang suci.....
bulan yang penuh rachmad, penuh berkah dan penuh Maghfirah ....
Saat Ramadhan....
Insan yang bertaqwa kepada Allah..
bukan saja wajib berpuasa..
menahan lapar, nafsu dan amarah...,
tapi juga meningkatkan amalan ...
untuk menjadi insan yang lebih bertaqwa...
Amien..

Maafkan segala salah dan khilaf
yang kami sengaja maupun tidak.
****
Tak terasa... hari-hari menjelang Ramadhan segera hadir
Sebuncah syukur pada-Nya yang berkenan mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun ini
Semoga Ramadhan di episode ini membuat kita menjadi insan yang lebih mulia dan sesudahkan kita kembali fitri

Mari kita sambut Ramadhan dengan syukur dan Maaf
Maaf untuk semua salah dan khilaf yang telah tertutur dan terlaku

MOHON MAAF kepada semuanya
Semoga Alloh senantiasa memberikan hidayah kepada kita.
****

Monday, September 10, 2007

Aliri Saja

Aliri saja
Seperti memberikan anugerah pada kesunyian yang sejuk
Jalani saja
Seperti memantapkan peran dengan memainkan jemari jangkar hati
Dan
Kesetaraan yang menjadi tema adalah menghapus titik embun di matahati
Kesesuaian yang menjadi judul adalah menganulir garisan yang menjadi batas diri

Ketika harus melangkah
Adalah keinginan pada sejumlah titik simpang
Untuk memberikan bunga pada kemanjaan dua buah hati
Dan menyatakan sejumlah bait adalah untuk dinikmati
Dan menyatakan sejumlah hari adalah untuk hati
Dan menyatakan sejumlah keteduhan untuk menyejukkan hati
Katakanlah
Alirkanlah
Jalankanlah

Thursday, September 06, 2007

Sketsa

Mohon maaf belum dapat merealisasikan pesanan itu, kucoba kirim imel pada redaksinya karena sesungguhnya pilihan konsentrasiku seminggu ini adalah menyelesaikan bab empat dan lima yang sepertinya maju mundur dan penuh coretan. Dan upaya yang kulakukan adalah mencoba mencari lagi referensi yang menjadi landasan untuk tampil nanti, kan gak lucu jika ditanya argumennya aku gak bisa memberikan justifikasi yang memuaskan. Kukatakan saja biarkan agak lambat karena aku ingin menikmatinya dulu, menikmati jalinan bab demi bab itu menghubungkannya, mengilhaminya sembari memaknainya lebih dalam lagi. Silakan untuk yang mau menyalip, toh kadarnya sudah kuketahui seperti apa. Lagian gak ngaruh juga loh, paling cuma duluan menarik nafas panjang.

(Thanks to Dm yang selalu memberikan masukan untuk kesempurnaannya, semakin jelas kadar intelektualitas kamu, dan semakin jelas pula kadar pertemanan yang dibangun dengan semangat kerjasama. Yang lain sepertinya mirip upacara bendera, setelah hormat lalu bubar gak jelas kemana).
*****
Ada persamaannya, kataku via phone ketika sobat dekat Rabu siang ini sedikit curhat.
Hampir mirip, selaku, ketika dia mulai cerita satu alinea.
Apa yang diomongkan sesorang itu adalah cerminan ruang hatinya, kalimat itu adalah ungkapan, jadi kalau ada orang yang hobbynya gembar-gembor apalagi laki-laki pasti mulutnya ember dan hatinya penuh dengan lumpur kedengkian. Ada juga yang senangnya grusa-grusu, kalau mulutnya diam malah seperti ada yang hilang, tapi biasanya cuma bisa ngomong sama lingkaran dalamnya, keluar mirip bagong banci, persis deh.
Trus, biasanya jika diteliti selalu ada yang salah sekrup, misalnya terlalu sering engsel diputar tapi lupa mengolesinya dengan oli, jadilah dia mirip orang yang terserang penyakit autis cangkem, tidak dapat kontrol kalimat dan cenderung jago omong tapi miskin makna.
Ada juga yang hobbynya kalau ketemu atau bersua selalu jabat tangan, merasa akrab padahal sesungguhnya obral dengki dengan menjual cerita dan menyebar riak. Dikira dia sudah merasa paling bersih tapi sekali waktu ada saja yang bilang ternyata luarnya saja yang gemuruh padahal didalamnya penuh dengan bopeng dan kadas. Coba lihat saja, katanya.
Ada persamaannya dan mirip loh dengan barisan yang bercerita itu, kataku.
Oh,ya, kata sobat ini, sempat terperanjat diujung telepon sana. So, kataku, itu yang disebut autis hati, autis mulut, autis sikap dan itu melebihi dari definisi autis itu sendiri, soalnya orang yang kena penyakit autis bathin bisanya merasa paling hebat, cuma ngomong doang dan hanya itu bisanya. Maka ceritamu itu kukunyah saja fren, soalnya disekitar yang bernama taman rutinitas itu selalu ada belalang yang memakan daun, kutu loncat, tapi sesungguhnya hanya mampu mengikis makna. Aku salut dengan sikapmu dan sejak dulu aku tahu konsistensimu itu, kataku mengakhiri.
*****

Tuesday, September 04, 2007

Maksimal

Maksimal dan mencoba menawarkan pada sejumlah pembaharuan yang dikerjakan secara marathon, hasilnya masih ada yang harus diubah, diperbaiki dan disempurnakan. Aku iyakan saja, namanya juga bimbingan sebelum ”dilepas” menjadi penyelesaian akhir yang harus dipertanggungjawabkan. Dan ketika mencapai titik jenuh, maka kulupakan sementara dan menggantinya dengan aktivitas lain agar bisa menjadi refresh lagi pada saatnya.

Aku ingin tambahkan referensinya agar bisa meyakinkan diriku bahwa yang kubuat itu bisa berbunyi ketika dihadapkan pada ruang terakhir. Maka kucoba mencarinya, membacanya, menelaahnya dan memberikan sentuhan pada paragraf sisipan. Semuanya ada sih dalam benak namun untuk merangkainya menjadi sesuatu yang bisa dipahami dan tidak menimbulkan interpretasi beda. Itu yang sedang kupikirkan. Barangkali aja waktu jeda sesaat ini mampu memberikan ruang luas bagi penceritaan empirik dan realitas yang terjadi, dijelaskan dengan argumen yang mampu dicerna dan diyakini, bisa menutup dengan nilai memuaskan. Moga-moga aja.

(Mohon maaf pada Tt, aku belum bisa kirimkan artikel untuk penerbitan magazinenya, maklum lagi konsentrasi pada penyelesaian akhir ini. Moga bisa dimaklumi).
(Thanks to Dr yang tekun mengarahkan demi kesempurnaan sebuah tema yang menjadi sarapan setiap saat. Aku meyakini bisa menyelesaikannya)
(Thanks to Mh, dialognya menyenangkan, ada kesamaan pandangan, mempererat yang sempat terlepas, teruslah berkarya kawan, irama yang kau tuliskan itu sangat pas dengan iklim yang sedang terjadi, moga sukses selalu).
****

Monday, September 03, 2007

Langkah Sepanjang

Senin Prioritas

Skala prioritas menjadi pemisah yang mengisi waktuku ketika melangkah menuju matahari Senin yang ramah. Dan kusiapkan segala sesuatunya untuk pengisi gelas olah pikir dan olah aktivitas. Pagi rutinitas anyar, mengapresiasikan terjemah untuk sebuah rangkaian paket yang telah disepakati bersama. Ada yang menyenangkan tentu mendapatkan sesuatu yang manfaat sekalian menambah galian aqidah yang dijemput dengan keinginan untuk mengapainya lebih dalam.

Skala yang lain menyelesaikan reporting dan dapat kuselesaikan dengan ritme waktu yang pas dan tanpa jeda karena setelah itu ada aktivitas lain yang membutuhkan waktu seharian di luar kota, menyelesaikan yang sudah direncanakan. Dan sembari menikmati panorama hijau segar yang sudah lama tidak kuhirup, aku mengalihkan dengan bacaan referensi yang memang telah kusiapkan, kubaca, kuyakinkan sebagai penyambung alinea dan kucoba untuk merangkainya.

Malam, kulanjutkan karena harus selesai, dan kutinggal janjian yang lain, musyawarah itu dan deal after ceremony yang harus dibungkus ulang. Biarkan saja, toh masih ada yang lain, jangan aku centris dong, yang lain juga bisa. Kutekuni ruang baca untuk menyelesaikan dan alhamdulillah menjelang tengah malam ini selesai untuk segera di tafsir ulang. Sebuah hari yang melelahkan tetapi juga melonggarkan. Satu selesai, dan kututup dengan sebuah helaan nafas panjang.
***
Ahad Pandang Mata

Pagi berjalan, dan ada yang diinginkan untuk dipandang, ya pameran yang digelar sepanjang jalan, baru kali ini kukira, sehingga menarik, sekedar melihat dan membandingkan kemudian seperti biasa ada oleh-oleh yang dibawa pulang, penganan favoritku seiap Ahad.

Berjalan yang lain adalah menikmati lunch di resto yang kusuka, bonafid dan tentu saja sesuai selera. Berjalan yang lain adalah menikmati pajangan di sebuah pusat perkulakan dan akhirnya yang diidamkan jadi juga dibeli, dibayar dengan jumlah besar. Ya dibawa pulang untuk dirasakan, untuk dinikmati.

Berjalan yang lain adalah merampungkan step yang masih juga belum usai. Begitupun aku baru merasa puas jika referensi yan menjadi pilar kekuatan argumen itu dapat kuyakini mampu menyelesaikan dan memuaskan olah pikirku.

Berjalan yang lain adalah menyelesaikan lembar hari yang makin larut sembari menyatakan langkah berikutnya, menjemput awal hari dengan keyakinan yang pasti.

Sabtu Siar Ulang

Hari menggali dan menjelaskan sesuai dengan jadwal dan meski terlambat, kupastikan aku mampu menyelesaikan dengan konsentrasi diri. Ya begitu memang ritmenya, ketika suasana mengharuskan persyaratan untuk sebuah nilai, semua merasa berkepentingan dan saling membutuhkan. Dan wajar saja kalau berangkatnya untuk kebersamaan sesama angkatan kelas. Maka Sabtu pun siar ulang.

Nah, selesai menjelang siang, and then kuikuti sebuah meeting kecil untuk persiapan akhir agar lebih mampu menawarkan tema yang hendak digelar. Selesai dengan kesepakatan dan next week akan dirinci kembali. Aku pulang karena kembali harus berkutat lagi dengan serombongan alinea yang harus selesai.

Sepertinya tidak ada rehatnya. Tapi bukankah ini untuk mengejar dan memastikan di tanggal berapa aku mampu menjelaskan dan menyelesaikannya dengan spirit olah pikir yang sedang kubuka sepenuhnya. Ya sebuah warna yang sedang kusimak, sebuah alinea yang sedang kulukis, sebuah baris empirik yang sedang kuwarnai. Semoga saja sesuai pula dengan warna yang menghias ruang pikir ini.
***
Jumat, Menyapa Hati

Pagi yang menyapa
Hati yang menyapa
Hari yang menyapu
Membersihan ruang hati
Hati yang menyapu
Membersihkan kamar nadi
Sembari mengabarkan pada matahari
Aku telah sampai pada pelabuhan
Aku telah tiba di garis pantai
Aku telah mendarat di bandara biru langit

Bukankah seiring dering yang menyapa itu
Tak lagi kuhiraukan betapa indahnya sinar matamu
Tak lagi kujelaskan betapa dalamnya ruang rasaku
Tak lagi kusibakkan aura elokmu
Tak lagi
Karena aku adalah sapaan nadiku
Karena aku adalah sapaan hatiku
Karena aku adalah matahariku
Karena aku adalah matahatiku
***