Wednesday, December 26, 2007

Makin Jelas

Terbukti dan makin jelas bentuk dan lekuk yang kau kumandangkan setiap depa yang kau bisikkan pada sejumlah boneka. Dan harus kujelaskan pada sisi kebersamaan manakala ada sebuah tanya untuk menyimpulkan. Dan sesungguhnya laku sikap yang kau bentangkan pada sejumlah risalah adalah memastikan titik iri pada koridor ruang yang tak mampu dilepas dari ikatan lagu dengki. Dengki seumur perjumpaan yang dijelaskan melalui bahasa tubuh adalah kepastian yang mengizinkan aku menyatakan bahwa engkau adalah testimoni yang tak ingin disapu awan.

Engkau adalah bayu yang tak mampu menyapu seraut wajah untuk berpose pada highlight memutihkan pohon. Bahwa naluri yang engkau paku pada sejumlah judul adalah ketidakmampuan mengejawantahkan argumentasi berbasis kolektivitas. Engkau pikir engkaulah yang paling bersuara padahal semakin engkau bersuara semakin jelas kesimpulan berbaris kata yang dapat dituliskan. Tidak hanya aku, pada sejumlah boneka pun engkau jahit kemunafikan yang dibungkus dengan lagu hymne, seakan judul yang dinyanyikan adalah pusat kebenaran.

Engkau adalah pencetus opini naluri liar yang tak mampu membendung rangkaian kalimat dengan senandung melodi. Engkau adalah kekasih autis dan tak mampu menyuarakan kemerdekan peran pada ruang sekitar. Dengkimu adalah catatan kemunafikan yang mematrikan kolokasi antara egosentris dan arogansi. Bumbunya adalah racikan akumulasi berwarna comberan hitam. Dan sajiannya adalah secangkir aroma pahit yang tak lagi dirasa sebagai satu rasa. Sayangnya engkau tak mampu mengajak berteriak bersama karena mentalmu ternyata hanya nyanyian ayam sayur tanpa sayur lodeh.

Makin jelas ketika sebuah nilai dikumandangkan, engkau sekali lagi tak mampu membawa kebebasan hatimu pada skenario persepsi dan pespektif. Yang ada hanyalah tumpukan catatan yang telah menjadi bukti kepiawaianmu memainkan halaman bertuliskan pertanggungan moral yang sesungguhnya tak mampu engkau samadengankan karena pertanggungan akhir tahun sudah selesai. Dan yang tertinggal pada lacimu adalah tumpukan bukti yang menjelaskan definisi tentang kemunafikan. Yang tinggal pada lacimu hanyalah tumpukan berlabel operasional yang engkau anggap sebagai plat hitam. Serombongan semut hitam menitip salam : arogansi itu adalah saudara tiri ego dan masih sepupu dengan naluri iri.

****

Tuesday, December 18, 2007

Jadi Tetaplah....

Ulangtahun adalah sebuah catatan ketika kita telah mencapai putaran tanpa pernah tahu sampai dimana batasnya. Dan dengan itu jua kita bisa menyatakan pada khalayak bahwa kisah perjalanan tidak sebatas merayakan seremoni tetapi yang lebih pelangi adalah mencoba memaknainya dengan kecerdasan rasio dengan perban rasa. Bingkai tulisannya adalah : kaligrafi perwujudan syukur tanpa harus berproklamasi.

Bahwa titik raya yang menjadi ungkapan untuk menyatakan tidaklah jua harus berada pada palka yang bernama hari yang sama. Sebab nun jauh di ruang lapang yang lain telah pula dinyanyikan sambutan yang mengiramakan rasa ikut bersenang hati menyanyikannya di sendiri hati. Jadi tetaplah berlangsung walau tak harus sua, dan tetaplah senyum walau tak harus sapa karena langit telah menyampaikan pesan bahwa saatnya tidak untuk bersulang untuk sebuah hari.

Jadi, tetaplah menyapa hari dengan santun diri tanpa harus menyobek kertas yang tak ditulis apa-apa. Dan tetaplah menjadi sebuah cahaya yang mampu menyemburatkan cahaya kunang-kunang yang menghias langit malam. Selamat ulang tahun, semoga ridhoNya senantiasa disapukan dan diusapkan pada sebuah hati yang selalu bening.

****

Monday, December 17, 2007

Pelangi Mimpi


Kucoba, dan tiba-tiba saja mengalir dan menjelaskan kearah mana perspektif yang hendak dijelajah. Kutulis dan kuimpikan saja sembari menyatakan garis seandainya menjadi landai. Seandainya pantai menjadi landai dan ramah menyambutku. Kuimpikan jua selagi masih bisa menyambungnya dengan rajutan yang belum tergapai dan selesai apalagi sampai. Dan pencarian tidaklah harus serumit meruntun baris kata karena sudah tersedia di kotak pipih yang berwarna hitam legam. Dan kucentang saja pada setiap selang mimpi yang kusulam menjadi sebuah judul : menaruh perahu di pasir putih sembari mengharap ombak datang menjemput dengan riak keramahan.

Mendung di luar tidaklah menjadi soal sebab aku masih ada di ruang kehangatan dan masih menjalani kisah cerita yang kurajut sendiri. Sekiranya jemputan menjelang dan mengabarkan, apa pun itu isi kabarnya tetaplah aku ingin sampaikan pada segumpal awan bahwa setidaknya mimpiku yang sebenarnya adalah pencarian pada tersibaknya ruang celah untuk kembali menyapa dan menata, dan menerbitkan cerita fajar pada sejumlah burung yang bernyanyi di sinar pagi.

Sejumlah arah kusimak dan kusibak, dan menyatakan pada rangkuman isi bahwa halte yang diisi gerimis sepanjang hari adalah mencoba mengambil peran pada sisi yang menjadi pijakan alinea. Agar aku tidak ketinggalan alinea, agar aku tidak ketinggalan kereta, agar aku tidak ketinggalan suasana. Dan sejumlah asumsi memberikan gerakan bathin bahwa bisa saja kelokan menjadi batas yang kutemui pada sejam sehari waktu ke depan, setidaknya ketika menggoreskannya pada sejumlah arah.

Dan kugaris
Dan kulipat
Dan kusimpan
Dan kulumat
Dan kusampaikan

Pada sejumlah sinar yang mampu menghangatkan
Pada sejumlah kehangatan yang mampu menyapu
Untuk catatan berikutnya
Untuk alinea selanjutnya
Untuk memetik catatan pelangi mimpi
****

Sunday, December 16, 2007

Ruang, Jalan

Jalan-Jalan Sepanjang Pekan

Jalan-jalan melingkari hari dan menuntaskan catatan yang ingin disamadengankan. Maka jalanlah aku selama sepekan menyambut matahari di timur, barat dan selatan. Menikmati suasana yang memang menjadi pinanganku selama ini. Menikmati aroma kehijauan yang memang menjadi auraku selama ini. Berjalan, menatap, meluaskan siar pandang seluas yang diperoleh, dan mendengarkan bahasa alam dengan catatan hati yang tanpa mengedip.

Ya tanpa mengedip walau tak harus berkata, walau tak harus berucap. Dan sebaris ruang pandang yang kulirik seperti menyambutku dengan kesegaran nuansa dan mempersilakan untuk melanjutkan perjalanan. Dan aku terus berjalan, menelusuri, menjelajah dan menyatukan dengan segenap keindahan yang kuselipkan. Dan jadilah pekan berwarna warni, dan hijau kesegaran adalah naluri yang mampu menciptakan kehalusan etika ketika kejenuhan menjadi headline yang tak tersingkap.

Betapa keindahan itu adalah catatan yang tak berkesudahan dan mampu mendudukkan dan menundukkan tema cerita yang hendak ditulis. Betapa kehijauan itu adalah anugerah yang tak dapat dinilai dengan kurs apapun kecuali kesediaan hati untuk bercengkerama dengannya. Dan jalan-jalan sepanjang pekan ini adalah pendapatan kesegaran yang kutabung pada setiap sendi nadi dan kelak menjadi analogi pada sejumlah catatan dan paragraf yang masih belum selesai.

Bahwa aku merasa dihadapan
Bahwa aku merasa dikedepankan
Bahwa aku merasa didepan kehijauan
Dan kesegaran ruang pandang adalah palung cerita untuk diendapkan pada ruang hati dan menjadi menu tambahan yang memperindah sejumlah alinea, sejumlah baris kalimat.

*****

Sebuah Nilai

Sebuah nilai, dan sejauh itu perolehan yang didapat adalah penjelasan tentang soal yang tak seirama dengan peran selama ini. Dan sejauh itu jua ketika berhadapan dengan perjumpaan yang apresiasinya adalah tidak pernah menjaga rasa apalagi menjunjung kesetaraan. Perubahan, dan bentuk singgungan nilai yang diumumkan adalah memastikan bahwa sejauh perjalanan itu, adalah keniscayaan yang tak beroleh tempat, dan selalu dicontohkan dengan peran yang meminggirkan jurusan.

Bukti adalah perubahan nilai itu, dan bukti waktu adalah keidaksamaan yang diperoleh sebagai catatan yang mengurai pada seumlah sudut pandang, dan seakan tidak punya celah untuk menyalip kesetaraan dan kebersamaan. Lantas tak perlu jua untuk dijabarkan kecuali menyatakan penghapusan pada sub tema yang menjadi judul sepanjang jalan.

Bahwa sejumlah argumen menjadi patah, ada benarnya untuk ditanam dalam, dan menguburnya dengan keyakinan diri bahwa keniscayaan pada nilai itu adalah hakekat yang ingin digenggam tanpa harus mengumbarnya pada setumpuk baris kata di depan trotoar.

Ya sudah,
Toh catatan yang tergaris adalah menafikan segenggam arus kalimat yang tak terbendung pada musim yang tak terdeteksi. Dan nilai perjalanan itu adalah paradigma yang dapat menjelaskan duduk cerita di hadapan keagungan, bahwa ketulusan adalah bening kaca yang mampu mengantarkan hidangan penyegar raga, dan menyemaikannya pada dada keheningan pada sujud dinihari. Betapa Engkau mendengarkan dan mencatatnya selama ini, wahai Zat yang memutlakkan definisi.

*****



Thursday, December 06, 2007

Betapa

Ananda,
Sejumlah catatan untuk mengisi hari adalah upaya untuk menebalkan keyakinan, pada lingkaran pengisian pola, pengisian ruang, pengisian cara. Dan semua adalah untuk memastikan betapa luasnya panorama yang engkau hadapi dan akan engkau jalani, bukan hanya sekedar rumah dan sekolah, atau bacaan novel sebagaimana isian waktu yang memenuhi segelas harimu.
Dan betapapun berat rasa untuk melepas barang beberapa waktu terbit matahari, adalah itu jua yang sejatinya akan menjelaskan padamu bahwa kemandirian dengan guru alam di ketinggian yang menyejukkan, yang engkau nikmati bersama, engkau hadapi bersama. Adalah itu untuk mendidik bahasa bathinmu, mendidik rasa rasiomu, mendidik matahatimu bahwa sesungguhnya isian manfaat yang selalu ayahanda inginkan adalah, melatih keluasan cara pandang, mengadoni cakrawala aneka warna, menanamkan ketegaran, mengasah aroma keindahan sejauh mata memandang dan memetiknya sebagai pelajaran kebesaran pemilik kesemestaan.

Ini adalah perjalanan yang kesekian, artinya engkau sudah terbiasa menghadapi cara, engkau sudah terbiasa menjalani dan menikmati bersama kelompok setia kawanmu. Dan itulah yang meringankan langkah, itulah yang memastikan arah bahwa tujuan adalah merangkum kesetiaan berbagi bersama, menawar bersama, menjalani bersama untuk kemudian diaduk menjadi olahan dan olesan yang mengaliri diri.

Dan jalankan itu dengan semangat ketegaran
Dan jalankan itu dengan sejuta nikmat membagi alam
Dan jalankan itu dengan keyakinan pasti
Bahwa ayahanda dan ibunda selalu mengalirimu dengan doa
Bahwa ayahanda dan ibunda selalu mengantarmu dengan senyum

Bukankah alam selalu menafsirkan kedekatan manakala kita mampu mendekatinya, menyalaminya dan mendekapnya dengan selimut malam berlapis embun bening. Bukankah itu sebuah definisi tentang keinginanmu yang ingin menyapa dedaunan di ketinggian jelajah. Bukalah matahatimu, agar engkau mampu menjalaninya dengan kepastian peran, keyakinan langkah dan memakunya dengan pijakan yang kukuh, istiqomah dan sirothol mustaqim.

Jalankan itu dengan senyum, ananda
Nikmati itu dengan doa, ananda
Semoga semakin menegaskan pada citra dirimu
Bahwa perjalanan adalah mengisi gelas air
Untuk membeningkannya pada ruang dada
(Betapa ayahanda sangat menyayangimu)
****

Sunday, December 02, 2007

Ritme, Oles

Hanya seremoni

Ritme seremoni perpisahan yang menjadi ungkapan bibir manis kira-kira berbunyi begini : Mohon maaf jika selama interaksi ada sikap yang kurang berkenan, hanya sebatas canda dan tidak bermaksud untuk menyakiti. Ungkapan yang klise dan cenderung tanpa makna karena sedikitpun tidak merasa datang dari ruang hati, ruang rasa. Hanya ungkapan lengkung bibir sebagai rukun acara formal untuk melepas. Sekedar ngomong untuk menggugurkan kewajiban.

Seringan itukah yang terungkap, itulah jika tak pandai memandang interaksi sebagai kesetaraan dan merasa hanya berada pada sudut pandang inner, merasa hanya berada pada planet homogen, hanya pandai mengumbar omong sekedar untuk menutupi belang pada dosa masa lalu, dan menikmati karma pada kunjungan rutinitas tanpa pernah selesai. Itulah sebutir kerikil yang ditendang menuju timur mata angin.

Tidak ada makna yang didapat ketika seremoni hanya dijadikan alat untuk pembenaran bahwa atas nama salah, atas nama khilaf, atas nama canda lantas ingin dikubur dengan ungkapan berbahasa seremoni. Lalu dimana tempatnya harkat dan martabat, apakah lantas ditinggalkan saja di terminal atau stasiun karena hanya sebatas canda, hanya sebatas ungkap. Padahal keseharian adalah catatan, keseharian adalah goresan, keseharian adalah baris kalimat, keseharian adalah mematahkan harkat dan menjual obral pada diskon swalayan cerita dan sikap.

Jalan adalah rangkaian kalimat dan jalan yang dituju adalah menuju gaya bahasa pasaran yang tak bernuansa intelektual. Hanya mampu membesarkan volume tanpa memikirkan equalizer kesetaraan rasa dengar, rasa empati dan rasa riang pada gendang telinga. Dan seremoni hanyalah titik sentuh sebuah fragmen, dan bukan menjadi bagian cerita yang hendak dituntaskan karena lapis sikap dan etika itu bukanlah untuk dicandakan jika sudah berada di wilayah konspirasi. Karma akan memberi jawaban dan sudah pula terlihat pada kunjungan rutinitas yang tanpa pernah selesai itu.
******

Senyum didulang

Syukur itu adalah memberitahu, syukur itu adalah memberi, syukur itu adalah menghidangkan, dan kebersamaan yang dibagi adalah menghidangkan silaturrahmi sembari mencicipi dan menghangatkan dengan omongan ringan, obrolan keakraban dan membawanya pada sosok kedekatan dan mendekatkan .

Bahwa cerita Jumat siang menjadi sesuatu yang membahagiakan, adalah itu yang menjadi tema ketika para sobat setia sengaja datang untuk melunaskan undangan, untuk membagi, untuk menikmati dan menceritakannya kembali pada ruang diri masing-masing. Bagiku juga sebuah kesegaran rasa ketika semua yang kuundang ternyata ada membawa diri dan hati untuk menyapa, ada dan merasa, bahwa kita adalah bagian cerita panjang yang memanjang sepanjang jalan cerita. Kita adalah kedekatan yang menjadi sebuah kisah tanpa pernah selesai karena kita mengariskan pada sebuah pernyataan : silaturrahmi adalah pepanjangan aktivitas dan membagi cerita dengan senyum didulang.

Maka, jalan cerita siang ini adalah olesan yang menjelaskan tanpa harus mengumumkannya pada sejumlah hari. Dan cerita siang ini adalah bagian dari menikmati kebersamaan yang selalu kita gariskan pada setiap langkah bermakna. Langkahku yang bermakna dan telah menyelesaikan itu adalah pernyataan sikap pada sebuah judul syukur yang hendak kukumandangkan. Da kehadiran mereka adalah bukti kesetiakawanan ketika ruang diri menyatakan bahwa pertemanan adalah sepanjang usia kerja dan menuliskannya pada prasasti untuk kelestariannya.

*****