Saturday, January 05, 2008

Jenuh

Suguhan referensi sudah banyak menjelaskan namun secara praktisi perlu ada polesan untuk kriteria seorang pimpinan, tepatnya naluri kepemimpinan. Bahwa seorang pemimpin hars mampu membawa, harus mampu mengajak sudah banyak yang menjelaskannya, namun ketika berbicara tentang persamaan dan gaya, itulah yang memberikan warna sesungguhnya tentang kemampuan membawa dan mengajak itu.

Ketegasan perlu diajak dalam beberapa hal yang memerlukan payung itu, setidaknya agar pengelolaan kebersamaan tadi bisa membawa perspektif dalam persuasi. Bahwa yang terjadi kemudian adalah ketidakmampuan menyelesaikan persoalan interaksi, itulah gambaran tentang leadership yang belum matang. Riteme yang dibawa tergantung suasana peserta, tergantung siapa yang banyak omong, dan tidak bisa mencerna tentang asa dan peluang. Yang ada kemudian adalah berusaha untuk tidak terjadi riak dengan bersenandung bahwa laut tetap berwarna biru, padahal tidak jua secerah yang diceritakan dalam sketsa ruang.

Selama rentang waktu itu, semakin jelas permainan peran yang dikedepankan. Tentang anomali orang bermental banci, tentang peran dominan yang hanya jago kandang, tentang gaya preman yang bermental lontong sayur. Tentang pemutarbalikan opini, tentang ego sektoral yang merasa sebagai tokoh protagonis. Itu tidak bisa dikelola oleh gaya amatir yang menjadikan semua sebagai fragmen tanpa adrenalin. Bahwa semakin jelas duduk ceritanya, tentang kedengkian yang menahun, tentang sms (senang melihat orang susah atau susah melihat orng senang), dikompulasi dengan gaya seorang bujang lapuk yang gagah gemulai, merasa sudah menjadi bintang sinetron pendekar tak punya nyali.

Ya, kepemimpinan adalah bagian dari pengaturan itu. Sayangnya tak mampu untuk menjabarkannya apalagi merangkul untuk berjalan bersama, berlari bersama. Maka bagian yang paling mampu diterangkan adalah episode berjabat tangan, membuka senyum, lalu mengisi alinea dengan berbagai disposisi tanpa pernah menjamah solusi permanen. Bedanya hanya, preman lontong tidak lagi mengumbar gaya bicara bermental autis, atau si gagah gemulai yang semakin renta sikap, kaku gaya dan (paling tidak akan menjadi jompo tanpa nilai keluarga dan kasih sayang).

Tapi, hari tidak harus selasa melulu, hari tidak harus gulita melulu. Maka upaya adalah bagian dari pencaharian titik simpang dan mengakomodasikannya dengan transformasi cerita dan peran. Dan upaya itu adalah bagian dari pembebasan itu, dan upaya itu adalah bagin dari up grade itu, dan mengkalkulasi pada sejumlah pilihan, berlari, berjalan, dan berhenti di halte sampai ada bus yang membawa ke tujuan berikutnya.

*****

No comments: