Monday, November 19, 2007

Sepanjang Koridor

Pantai Selatan

Ya, sebuah ruang pandang siang terik yang memberikan kesan kedigdayaan dalam sepi, keteguhan dalam sunyi dan ketegaran dalam rutinitas. Betapa, deburan dan buih bergulung menjadi rutinitas tanpa ada yang membayar apalagi memerintahkan. Betapa kedigdayaan menjadi daya dorong untuk mengungguli rentang kendali pikir dan tanpa harus merasa lelah. Maka sinar pandang ketika berhenti sesaat untuk menyaksikan adalah memadukan analogi yang bermain di ruang diri untuk menggariskan sekali lagi tentang rutinitas dan merapikan peran.

Peran gelombang yang selalu setia menghampiri
Peran gelombang yang selalu setia menyapa
Peran gelombang yang selalu bercerita
Peran gelombang yang selalu menyatakan

Bahwa aku adalah kisah perjalanan itu
Bahwa aku adalah testimoni itu
Bahwa aku adalah kesetiaan itu
Bahwa aku adalah perjalanan itu
Bahwa aku adalah kesunyian itu
Bahwa aku adalah keteguhan itu
Bahwa aku adalah perjumpaan itu
Bahwa aku adalah glagah itu
(Ahad siang terik menyapu sekujur diri)
*****
Ketika Datang

Kehadiran bukanlah sekedar menghadirkan namun boleh jadi sebuah persetujuan ketika undangan menyatakan pergelaran yang dirancang apik. Maka bergegaslah menyongsong pagi Ahad dengan berbenah, merapikan jua sebagaimana biasa dan berangkatlah menuju ke ruang kehadiran yang dituju. Maka sambutan pun penuh senyum ketika warna perjalanan mencapai titik temu, dan sekali lagi kehadiran bukanlah sekedar menghadirkan namun lebih dari itu.

Kehadiran adalah jawaban tentang kebersamaan membagi, kehadiran adalah menyatakan silaturahmi pada senyum, kehadiran adalah menegaskan argumen tentang kedekatan. Dan itulah yang tercatat dalam buku hati dan menjadi kesempurnaan ketika hari menjadi catatan yang menegaskan tentang perayaan untuk sebuah mahligai. Dan ucapan yang mengalir adalah menjelaskan seluruh isi senyum yang telah dikumandangkan. Dan ungkapan yang melantun adalah menceritakan seluruh nilai perjalanan tiga jam menuju titik tujuan. Kesimpulannya adalah membagi warna baju untuk menyatakan kebahagiaan dalam kebersamaan dan menyanyikan rangkuman perjalanan dengan syair keindahan memandang aura.
*****

Menjaja Niat

Kebersamaan menjajakan niat
Memastikan catatan untuk hakekat
Dan meragikannya pada sejumlah filsafat
Untuk kesaksian perisai lidah bersilat

Yang terjadi adalah keikutsertaan pada diam
Yang terjadi adalah pilihan pada ruang memendam
Dan dia tak mampu bercerita gurindam
Dan dia tak mampu bersilat dendam
Dan dia tak mampu mengembalikan denda dam
Dan dia tak lagi menjajakan ego terpendam

Ongkos tentang argumen adalah merekatkan kendali
Ongkos tentang argumen adalah memastikan nilai
Ongkos tentang argumen adalah perjuangan diri
Ongkos tentang argumen adalah catatan buku nadi

Dia adalah ego yang terbengkalai
Dia adalah jatidiri yang tergadai
Dia adalah ketidakmampuan menggali
Dia adalah cerita yang tak pernah selesai
****

Tergantung

Ketidakmampuan dalam menganyam, ketidakmampuan dalam merajut adalah benang yang semakin menampakkan warna bahwa dia adalah ketidakmampuan itu. Ketidakmampuan untuk memberikan solusi dan layout memberikan keyakinan bahwa jalan cerita menjadi baku pada definisi ini : tergantung siapa yang banyak omong, banyak kamuflase dan banyak kalimat.

Jadi lucu kalau dilihat dalam konteks rutinitas, tak ada pola, cenderung abstrak dan moderat padahal diperlukan gebrakan percepatan dan keberanian. Ya itu keberanian untuk menyatakan tidak walaupun tidak populer tetapi karena menyangkut keputusan sah-sah saja untuk mengggiring gembala pada makanan rumput yang pas di lapangan.

Ini yang tidak ada, maka jadi seperti gerilya tanpa komando, masing-masing bermain dengan peran seadanya, yang pakai fasilitas deodoran semakin wangi saja tanpa merasa malu untuk memamerkannya. Lantas dimana kendali internalnya, jawabannya ada di pasir pantai, ditulis kemudian terhapus, ditulis lagi terhapus lagi dan begitu seterusnya karena tidak ada tiang pancang yang mampu mengobarkan semangat untuk berbenah dan berlari. Yang ada adalah mengisi matahari dengan lukisan tanpa gambar.
*****
Tidaklah Penting

Tidaklah penting apakah ini celah atau titik cahaya, tapi setidaknya adalah sudut yang diupayakan sebagai titik awal perubahan. Dan jendela yang kubuka dengan dua kunci celah itu moga-moga dapat menjadi titik pemberangkatan yang akan membawa pada kesempatan untuk memperbaharui, mengidentifikasi ukur diri dan valuenya.

Masih banyak anak tangga yang harus dilewati untuk bisa sampai pada ruang tunggu menyamakan argumen. Dan sebuah harapan tentu harus selalu dikumandangkan sembari tetap mempersiapkan diri untuk maju dan membawa diri pada tataran yang beda dengan rutinitas. Cerita tidaklah harus selalu di langkah yang sama, berjalan bersama, menyelesaikan bersama seperti sebuah layout.

Bukankah masih banyak unjuk performansi yang bisa disejajarkan dengan aktualisasi. Tidak harus disini, di beberapa titik masih ada cahaya binar yang mampu membawa penjelasan tanpa harus menukar kelambu. Masih ada ruang yang membawa argumen pada kesiapan menghadapi segala cuaca, mendung sekalipun. Masih banyak kehangatan yang mampu mengasah diri, masih banyak perjumpaan yang mampu membenahi kacamata plus, masih banyak senyum yang tak harus dipagari jarak. Masih banyak dan tidak disini.
*****
Bahwa Aku

Duhai kekasih
Apakah matahari ingin selalu sejajar denganku
Apakah pohon kaktus tidak mampu mencubitku
Apakah kebersamaan adalah langkah genggam hayatku

Duhai bunga
Isian baki adalah menuangkan hasrat pada sebutir nilai
Isian hati adalah menjelaskan ruang pada cahaya nada
Isian hari adalah menafsirkan rembulan di puncak kelud

Duhai kekasih
Duhai bunga
Ceritakan pada seisi taman
Ceritakan pada seisi kebun
Ceritakan pada seisi ruang

Bahwa aku adalah matahari jam sepuluh
Bahwa aku adalah rembulan menjelang purnama
Bahwa aku adalah detak dengan detik melangkah
Bahwa aku adalah cerita yang belum selesai
*****
Karena Aku

Sepanjang jalan itu dan sesudahnya, beberapa saat dan beberapa hari kemudian, penjelajahan dari sekian link yang belum diolesi adalah kembali memastikan bahwa bawaan yang dikemas adalah bagian dari serpihan yang disatukan dengan ikatan, di gelang lembah yang menyamakan nilai. Bahwa mereka adalah kemuliaan dan kejayaan itu dan jelajah napaktilas memberikan bukti akan keemasan yang digenggam dua generasi sebelumku.

Betapa sepenting itu tak jua menyatakan sisa, dan cerita yang dijelaskan adalah menelusuri ruang dokumentasi yang mampu menjadi persaksian gerusan jaman. Adalah itu yang ingin ditegaskan termasuk ketika menatap wajah kekuatan semangat, wajah kedekatan derma dan wajah kearifan peran. Mereka memiliki segalanya termasuk sikap dan harkat, tentang kejayaan, tentang kedermaan, tentang keterkenalan, tentang kekayaan dan situs yang dijelajahi sepanjang hari itu adalah mereka ulang rekam jejak yang ditinggalkan.

Dan aku perlu mendapatkannya
Dan aku perlu memastikannya
Dan aku perlu menghargainya
Dan aku perlu menggenggamnya
Karena aku adalah garis lurus itu
Karena aku adalah pewaris itu
Karena aku adalah penerus lanjutan
Karena aku adalah persepsi itu
(Catatan sisa perjalanan)
*****

No comments: