Wednesday, April 05, 2006

Di Sebuah Cafe

Kekasih Imajiner

Di sebuah cafe, pada sebuah malam, diselimuti hujan rintik-rintik.
“Boleh kan kalau aku ngomong tentang dia”, Ujarku
“Please, aku juga pengen denger kok”, katamu
“Aku suka padanya, pada keindahan sinar matanya, pada gayanya, pada semua yang ada padanya”.
“Sungguh ?”
“Ya, my heart always remember dia, pada senyum manisnya, pada inner beautynya, semua deh”.
“I think that is all about feeling and aku juga memahaminya sekaligus mengerti”, katamu.
“Tapi aku ingin menikmati itu semua dalam kesendirian”.
“Maksudnya”, selamu
“Ya, aku tidak ingin lagi mengatakan itu semua padanya”.
“Why?”.
“Karena aku hanya berteriak pada laut biru, aku hanya menyapa angin dan angin menerbangkannya entah kemana, tanpa gema, tanpa balas, tanpa jawab”.
“ I still dont understand”, ujarmu.
“Ya, sudah berbaris-baris kalimat kubungkus, sudah berlapis-lapis kata kurangkai, namun aku hanya berhadapan dengan blue ocean dan ditertawakan oleh angin pantai”.
“Ah, kamu pasti bercanda”.
“Tidak, aku serius dan saat ini aku lebih senang menjadikannya sebagai kekasih imajiner”.
“Mengapa harus seperti itu”. Tanyamu
“Bukankah lebih baik seperti itu, tanpa harus mengatakannya lagi, tanpa harus mengirimkannya lagi, tanpa harus membungkusnya lagi”.
“Ya, ya aku memahaminya” katamu.
“And then, biar saja rasa itu bermain di kamar hatiku, biar saja rasa itu bercengkerama di rumah hatiku, biar saja rasa sayang itu memeluk sekujur hatiku, karena aku menikmatinya tanpa harus mengirimkannya, tanpa harus mengatakannya”.
“Ya, aku mengerti dengan rasamu” jawabmu sambil menghirup cappucino.
Di luar hujan rintik-rintik masih berlanjut. Aku tersenyum, kamu juga.

**************

No comments: