Monday, March 20, 2006

Catatan Bulan Bundar

Bulan Bundar, Anakku

Sejumlah kata yang terlempar
Menjumlahkan argumentasi dengan niat dasar
Menghitung logika dengan nalar keikutsertaan
Jatidiri dalam lingkungan jalan raya kebisingan terstruktur
Adalah keseharian sampai purnama tadi malam

Bulan bundar menyertai hakekat nawaitu
Mengandalkan keyakinan terkini yang semakin kental
Kepada siapa tumpahan bias sinar lembut mengantar warna
Dari dua binti yang semakin cerdas dan pintar
Adakah kebanggaan yang dapat melebihi
Ketika dua putri bangun tidur langsung mencium bapaknya
Adalah kesegaran yang memerahkan nadi kesegaran

Bulan bundar menyertai keikutsertaan jalan-jalan nurani
Padahal pulau berada dikejauhan utara
Semangat mengayuh waktu membagi kebersamaan
Menggoyang rasa untuk menyatukan purnama hati
Sambutlah keteduhan hati dengan kemanjaan dialog
Sambutlah hari dengan bulan empatbelas hari
Memberikan keindahan ditengah kepekatan
Selamat tidur anakku

*****

Belum ada jawabannya hari ini

Merangkum dekapan
Ketika sejumlah berita menghangatkan emosi
Mendekap rangkuman cerita
Ketika penjumlahan hari menjadi tatapan rutinitas
(adakah persamaan yang didapat dalam pemberdayaan)

Seandainya jawaban itu sudah ada
Kemenangan bathin bukanlah sekedar melampiaskan muntah
Tetapi adalah Dia yang mengobati luka yang tak pernah kering
Lurus cerita jujur berita
Sampai pada saatnya ketika atas nama kehancuran
Pembalikan akan menumpahkan percikan api

Merangkum luka
Adalah menafsirkan apakah langit berwarna biru
Mengapa air laut harus terasa asin
Bagaimana harus mendefinisikan ketidaktahuan cerita
Tetapi harus membawa setumpuk kisah

Merangkum dekapan
Adalah menjelajahi kesedihan raut wajah ibu
Menapaki jalan cerita matahari setia
Cahayamu menggariskan kesetiaan akan harapan
Dan tidak seorangpun dapat memberikan tandingan

Ketika pencerahan hampir mendatangi pintu
Ketika pencairan hampir melelehkan lilin
Adalah kesetiaan akan harapan
Yang memberikan keyakinan setumpuk tinta
Untuk ditawarkan pada penjelajahan kebenaran
(Tuhan, belum ada jawabannya hari ini)

*****

Menjelang siang hujan masih belum berhenti

Rangkaian lagu berbaris ke sebuah arah permenungan
Memainkan garis-garis hujan tengah hari
Pada sebuah sentuhan guratan wajah dan setangkai alang-alang
(Mengapa seiring istiqomah kedamaian ada celah berangan-angan)

Pada barisan terlurus tengadah tengah malam
Arti bait-bait yang telah diperoleh (bukankah sebuah anugerah)
Mendudukkan rasa dan menundukkan hasrat
Setelah tertangkap menjadi adonan keteguhan
(Bermain dalam nepotisme hasrat, sesungguhnya satu adat)

Betapa
Permainan naluri hampir menenggelamkan semua logika
Kepemilikan dengan argumentasi nilai dasar hakiki
Apakah tidak dapat meratifikasi kejujuran bilik hati putih
Apakah harus menganalisis rumusan yang sudah menjadi norma

Katakanlah bahwa warna hijau adalah kedamaian sinar mata
Katakanlah bahwa kejujuran adalah doktrin istiqomah aqidah
Katakanlah
Katakanlah
Katakanlah
(Menjelang siang hujan masih belum berhenti)

*****

Kutampik tawaran sepi

Ketibaan yang tak perlu ditunggu adalah mengintip harapan jinak-jinak merpati. Sinar mata kedua anakku adalah simbol tentang harapan atas kebanggaan yang mereka sendiri belum tahu definisinya. Duh, Gusti apakah harapan atas kebanggaan itu harus kujelaskan padahal kebanggaan itu masih harapan.

Merajut pelangi dalam pandangan hipotesa seperti berada pada bingkai elastis selayang pandang. Ketika tertumbuk pada dalil yang sesungguhnya, yang ada hanya ketelantaran system yang tidak memberi sinar satu warna pun. Duh, Gusti mengapa pelangi hanya turun ke bumi sehabis pembasahan kesejukan.

Menarilah sinar mata anakku, sebuah jaminan tentang bingkai selayang pandang. Dan pada batas maksimal temperatur asa dan asih, adalah merdunya celoteh mereka yang dapat mengartikan irama lingkaran kebersamaan kesempurnaan.

Sepi pun hilang
Dan aku tidak ingin kedatangan sepi
Dan aku tidak ingin merindukan pelangi
Dan aku tidak ingin ada di bingkainya

*****

Seruling Nadi Hati

Kalau pun harus kusimpan, suara hati berdarah merah menggetarkan pita-pita ketidakinginan untuk mempersamakan jalan kaharusan. Tidak ingin mempertanyakan yang sudah jelas jawabannya, bahwa tidaklah mungkin harus membuka lembaran yang berjilid dengan luka yang tak pernah kering.

Pada keharusan itu, jawaban hanyalah meneruskan formalitas untuk sekedar menepis anggapan ketidakmungkinan menjadi suatu babak-babak keniscayaan (yang sebenarnya kuinginkan). Kepasrahan pada kenyataan, itulah sebabnya mengapa tidak ingin ada sebuah pengumuman dari sebuah jalan cerita jika nantinya memang akan hilang dengan sendirinya (dan pasti).

Tuhan,
Haruskah pertanyaan selalu kujawab dengan senyum. Haruskah jawabanku akan mendefinisikan untuk tidak lagi berharap dan berdoa. Haruskah sebuah kesimpulan akan menjadi sebuah harga beli yang tak bisa ditawar.

Pada sebuah sebab musabab, memanggul cerita adalah bagian dari cerita itu sendiri untuk terus disandangkan pada pakaian lintas harian. Pada sebuah kepedihan, pendalaman tentang luka adalah menggaris-garis luka itu sendiri.

Tuhan,
Bagaimana harus menyatakan putih berwarna putih, bagaimana harus menimang asa jika nantinya akan terbuang dari getar genggaman, bagaimana memastikan yang sudah pasti menjadi sambutan bermata bening.

Tuhan,
Bagaimanakah definisi hakekat yang sudah melekat ketika pada akhirnya harus menyadari kekalahan yang akan tiba.

*****

Ketika

Ketika perseteruan naluri memadamkan logika, maka pengejaran terhadap hasrat melewati batas wewenang keyakinan yang dipatri dengan sandiwara peran. Ketika kemenangan hasrat hampir mencapai puncak, pelecehan terhadap koridor yang menjadi batas signifikan menertawakan kebodohan sektoral.

Tetapi bahasa tidaklah selalu berarti ucapan. Dan ucapan tidaklah selalu berarti ungkapan. Ketika kita tidak perlu bahasa, ketika kita tidak perlu ucapan, maka pada saat itu nada yang lain sedang membumbungkan lengkingannya dalam alunan mempermainkan irama tanpa arti.

Ketika hari ini kau terlihat lusuh dengan pakaian yang berkeringat, sejumlah hasrat pun digulung pejuang nurani berhati putih. Dan tertulislah kalimat dengan sejumput kesimpulan.

*****

No comments: