Monday, March 20, 2006

Suara Hati

Tipis, ditepis

Sinar berlarian mengejar jejak-jejak, memastikan lewat sebuah cincin akumulasi detak. Menghamparkan selendang membentangkan tikar perjumpaan siang dengan kemudi sesak nafas. Apakah setitik keringat di leher menjadi gagasan tumbuhnya kebebasan pada ruang empat kali empat ketika kau lepaskan wangi bunga sedap malam. Terhiruplah, dengan pengulangan kata-kata yang tidak begitu penting untuk dimaknai.

Pencerahan adalah titik pertemuan mercu suar dalam gelapnya laut terbuka, dalam niat pencarian asumsi dengan awal kalimat : Apakah sinar itu untuk beta ? Posisi dialog bukanlah untuk memajukan proposal janji ketika harus melaksanakan pertemuan mercu suar. Pemberian adegan dengan langgam dan lenggok sebuah sinar belum menjadi kejelasan apakah tipisnya sinar(mu) adalah ditepisnya asumsi-asumsi yang membentangkan wewangian sedap malam(mu).

Hari ini terdengar berdebar, tetapi (sudahlah) kalau sudah sampai sejauh itu fundamen yang ingin dikembangkan, putuskan saja karena hanya akan menepiskan tipisnya harum wangi sedap malam. Katakanlah pada berbagai kesempatan, setipis itukah asumsi yang ingin ditampilkan. Kalaupun itu benar, tepiskanlah dia.

No comments: