Thursday, March 30, 2006

Sepulang Dari Solo

To Astuti Wulandari

Maaf kalau aku menjelang tengah malam mengganggu jelang tidurmu, ketika aku harus menyampaikan mendung yang menggelayut itu. Ya ada mendung, Wulan, sehingga aku harus kembali mengatakannya kepadamu tentang semua yang kutumpahkan itu.

Wulan,
Apakah warna biru akan selalu bermain di laut biru
Apakah warna pink akan selalu berada di pelangi hati
Apakah warna merah akan selalu di jalur adrenalin
Apakah warna hijau selalu bermakna keteduhan

Perjalanan itu benar-benar kunikmati, sambil menyenandungkan Kenangan Terindahnya Samson (walaupun belum hapal-hapal banget). Syair lagu itu seperti mengingatkan sebuah monumen dimana cinta yang dibangun tidak mesti dipetik dan dimiliki, bukankah begitu Wulan.

Persetujuan yang dibangun adalah mempererat silaturrahmi dan meraihnya dengan kedewasaan peran kemudian merawatnya, memperbaharuinya dengan wisdom dan trust.

Setidaknya ungkapan yang kubungkus malam itu dan malam berikutnya semakin mematri diri untuk memberikan nilai "sangat memuaskan" pada seorang Astuti Wulandari, seorang yang mampu mendefinisikan mendung untuk tidak menjadi hujan.

Sejatinya engkaulah sahabat sejati itu
Setulusnya engkaulah sahabat yang tulus itu
Wulan, engkaulah sahabat yang tulus dan sejati itu.




No comments: