Wednesday, March 22, 2006

Sketsa Religi

Wajah Lelaki Itu

Selepas berjamaah maghrib di Masjid depan rumah Rabu yesterday, sengaja aku tidak langsung pulang ketika aku lihat lelaki tambun setengah baya itu sedang bersila di beranda Masjid.
"Assalamualaikum Pak Ndut" sapaku ramah pada lelaki mantan Polisi yang nama sebenarnya adalah Jazuli.
"Walaikum salam Pak" jawabnya sembari menyodorkan jabat tangan dan senyum. Sepintas kulihat wajahnya begitu bersih, cerah dan sumringah. Sesuatu yang jarang diperlihatkannya selama ini semenjak dia terusir dari tempat tinggalnya di Ngalian. Ya dia memang terusir dari keluarganya, sanak famili dan juga "terusir" dari kesatuannya Polisi secara tidak terhormat dua tahun yang lalu sebelum akhirnya terdampar di lingkungan Jomblang Barat I dimana aku berdomisili.

Ketika pertama kali kulihat lelaki itu, yang timbul di benak adalah persepsi negatif tentangnya. Bagaimana tidak, sebagai seorang yang terusir dari korps dan keluarga opini tentang lelaki gendut (makanya dipanggil Pak Ndut) benar-benar miring, tidak ada celah untuk menafsirkan sesuatu yang menggembirakan. Benar-benar hitam dan tertatih-tatih untuk menemukan warna putih bening.

Beruntunglah dia karena Takmir Masjid "bersedia" menerimanya dan menempati ruang kecil semacam gudang untuk tempat tinggalnya dan disitulah dia melalui hari-hari rutinnya yang begitu papa, sendirian dan menyendiri. Pada mulanya banyak warga dan jamaah yang prihatin dan berupaya membantu sesuap nasi untuk melanjutkan hidupnya. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, sifat "polisi ndableknya" sering membuat jengkel masyarakat, suka berbohong, kadang menggertak warga, selalu merasa menjadi security dan menakut-nakuti jamaah pendatang, dan acap kali membuat keresahan warga karena selalu mengkomersialkan fasilitas masjid untuk mandi dan cuci.

Aku bersama pengurus RT dan Takmir akhirnya "dipaksa" warga dan jamaah untuk segera mengeluarkan "Pak Polisi" itu dari lingkungan Masjid dan RT01, sesuatu yang selama ini menjadi dilema, mengingat perjalanan kariernya yang demikian berlobang sementara sebagai Takmir mestinya kita senantiasa mengajak dia untuk menuju jalan Allah dengan segala kesabaran.

Akhirnya dalam pertemuan Takmir beberapa waktu yang lalu disepakati bersama bahwa Pak Jazuli harus meninggalkan Masjid dan RT01. Lelaki yang hadir dalam pertemuan itu hanya tertunduk kuyu dan layu. Aku sempat melontarkan kalimat ironi kepadanya dengan maksud untuk menggugah suara hatinya yang terdalam : " Pak Ndut, ketika anak isteri sudah tidak menerima kita, ketika warga di lingkungan sudah tidak ingin lagi melihat kita, ketika semua sudah tidak lagi menerima kita, bukankah Tuhan masih menerima kita dengan segala macam daki dosa dan khilaf. Bukankah kehidupan kita tidak dilihat dari proses perjalanannya melainkan dari akhir ceritanya. Bukankah yang kita cari adalah khusnul khotimah", teriakku yang membuat pengurus takmir lain terdiam sesaat.
Lalu kulanjutkan lagi : " Sudah ada contoh nyata dari seorang jamaah masjid ini yang meninggal tiga bulan yang lalu. Sama keadaannya, dia terusir dari rumah, tidak diakui oleh keluarga, hidupnya hanya mengais dari jasa parkir di depan Java Mall. Namun dia tidak pernah alpa untuk melakukan sholat jamaah di Masjid ini bahkan sebelum azan berkumandang di setiap lima waktu dia sudah ada di Masjid untuk hadir pada shaf depan. Coba kita renungkan dia meninggal ketika sedang mengambil wudhu Zuhur, bukankah itu sesuatu yang khusnul khotimah yang diperlihatkan Allah kepada hambanya". Aku coba untuk memastikan apakah mantan Polisi itu bisa memahaminya. Ya dia menatapku walau sesaat dan kulihat dia memahami kalimatku.

Itulah kulihat terakhir kali dia "sesendu" itu dan akhirnya dengan berat hati dia tinggalkan Masjid, dia tinggalkan lingkungan RT01 dan masih beruntung jua ada warga Rt04 yang bersedia menampungnya.

Belakangan dia menjadi sangat aktif beribadah di Masjid dan mengatur irama hidupnya dan ini yang menjadi perubahan mendasar- tutur bahasanya tidak lagi arogan dan sombong- sesuatu yang jarang dijumpai manakala kita ngomong soal apa saja dengannya.

Itulah sebabnya ketika sholat maghrib selesai Rabu kemarin sengaja aku luangkan waktu berbincang-bincang dengannya sambil menunggu waktu Isya. Kuperhatikan air mukanya dengan seksama, tutur katanya, bahasa tubuhnya dan langgam gayanya. Ya ada perubahan pada dirinya, semakin mampu mengendalikan bahasa lisannya, semakin mampu membawa dirinya, semakin tertata irama bahasanya dan semakin bersih sinar wajahnya. Memang ada perubahan itu, dan mudah-mudahan istiqomahlah dia melalui hari-hari ibadahnya, menjadi seorang yang khusnul khotimah, setidaknya di mata Allah.

Ya ada perubahan pada dirinya
Walaupun masyarakat masih belum menerima lagi seutuhnya
Aku yakin
Ada saatnya warga akan memberikan persepsi yang putih untuknya
Perlahan
Dan semoga konsisten
Aku senantiasa mendoakannya untuk menuju jalan akhir yang khusnul khotimah.
Amin.

Smg230306




No comments: