Wednesday, May 09, 2007

Jelas, Autis Bathin


Kujelaskan agar mereka juga tahu
Kuceritakan agar mereka juga paham
Kukisahkan agar mereka juga mengerti
Bahwa sudah kutuliskan
Bahwa sudah kuutarakan
Bahwa sudah kukirimkan

Dan sudah pula ada jawaban
Dan sudah pula ada penyejuk
Dan sudah pula ada follow up
(Aku ingin istirahat dengan smile)

Dan mereka yang datang adalah kesejatian itu sendiri
Untuk menawarkan yang terasa asin
Untuk menawarkan yang terasa pedas
Dan memberikan kado rasa kebersamaan
Dan membungkuskan kesegaran pada nilai perjumpaan

(Thanks to all fren yang berlabel sejati, sudah memberikan nilai silaturrahmi pada kesejukan hari, dua gelombang bernilai surprise dan membungakan, niscaya waktu jua yang akan menjelaskan sejumlah argumen itu)
*******

Kupelajari dengan seksama sekalian menganalisisnya, bahwa penyakit autis yang paling berbahaya justru adalah autis bathin. Betapa tidak, kalau autis lahir, langsung kelihatan aktivitas si pasien yang gak fokus, nabrak sana nabrak sini, ngerepotin orang sekelilingnya, harus dikawal dan membuat kejenuhan serta rasa iba. Nah kalau autis bathin, lebih menghebohkan lagi, gak kelihatan sepintas biasa aja, namun jika disimak, duh betapa kumuhnya ruang hati yang diselimuti benalu autis itu. Tampilannya adalah, ego yang membesar, rasa superior, rasa mentang-mentang, pendapatnya dirasa paling benar, tega ngumpat orang lain, suka mempengaruhi orang lain untuk ikut opininya. Nama lain dari autis bathin ini tidak lain adalah rasa iri, dengki, khasad dan senang dengan kesusahan orang lain, gak punya tenggang rasa, selalu merasa kurang, maunya harus dipenuhi terus.

Aku sebenarnya kasihan melihat orang yang punya penyakit bathin seperti ini, namun jika sudah tabrak sana tabrak sini, rasa kasihan itu berubah jadi benci, sembari menyampaikan definisi bahwa itulah bagian dari hukum sebab akibat karena mengedepankan silaturrahmi dengan metode premanisme, adu kuat omongan dan merasa sudah kuat pula “kedudukannya”. Padahal jika ditelisik lebih dalam, keroposnya jelas tampak, untuk menutupi keletihannya, untuk menutupi kejenuhannya, untuk menutupi rasa malunya, sehingga sekilas kelihatan seperti jagoan neon padahal mirip lilin yang meleleh sindiri.

Seharian Selasa ini kukupas dan kudiskusikan anomali ini dengan pakar psikologi UI yang juga keponakanku, dan memang secara pembuktian ilmiah psikologi, elemen yang menjadi dasar seseorang menderita penyakit ini adalah keletihan bathinnya menghadapi situasi menahun yang menjadi karma penderitaannya. Bentuk outputnya adalah pemberontakan terhadap situasi hatinya, suasana bathinnya dan melemparkannya pada obyek yang menjadi fokus pelampiasannya. Kasihan juga sih dengan konklusi ini namun ketika itu menjadi titik persinggungan pada diriku, yang dijadikan obyek tendangannya, aku juga punya reaksi dong, dan dia tidak tahu bahwa penyakit bathinnya itu justru akan menghancurkannya sendiri. Mestinya dia harus mampu mengaca dirinya sendiri, bahwa tidak ada kesempurnaan berlabel egosentris yang mampu menggerus hakekat pertahanan diri. Lebih baik banyak beristighfar karena itu adalah tombo ati yang mampu menularkan simpati bukan antipati, jawab itu ada di bantal hati manakala hening menyelimuti gelap dinihari. Kalau saja dia tahu itu, sayang yang dipertontonkan adalah sifat Cowboy berwajah preman. Sebuah Hadits memberikan makna untuk renungan :

Berlindunglah kepada Allah dari kesengsaraan akibat bencana dan dari kesengsaraan hidup yang berkesinambungan, terus menerus dan silih berganti dan dari ketentuan takdir yang buruk dan dari cemoohan lawan-lawan (HR Muslim)
****





No comments: