Tuesday, August 07, 2007

Ketika Ide Mengalir

Lagi, sebuah tulisan ketika ide mengalir dan dipublikasikan ke media internal
Fenomena Marketing Pandang Dengar

Oleh: Jagarin Pane

Dua penyiar radio swasta di pagi sebuah hari kerja berdialog dan menyapa pendengar yang sebagian berada di perjalanan menuju sekolah atau kantor. Marketing siar dengar yang lagi ngetrend, bercerita tentang produk. Keduanya bertutur tinular tentang cara membersihkan rambut dari ketombe, maka pakailah sampho merek aiueo. Nah setelah oke, kata yang satunya, gak salahkan kalau kita curhat atau omongin dengan temen kita lewat operator bla bla bla cukup hanya 10 rupiah perdetik. Jelaslah maksud ceritanya, memasarkan dua produk sekaligus dengan bahasa canda dan gaul tentunya.

Lain lagi dengan host termahal Tukul, kita sudah tahu gaya banyolnya dalam memperkenalkan produk dan memasarkannya lewat layar kaca pandang yang ditonton oleh puluhan juta penonton lima kali seminggu. Kemudian jika kita berhenti di persimpangan jalanan kota karena giliran traffic light, ruang pandang kita secara naluri akan melihat dan membaca baliho-baliho raksasa dengan gambar yang aduhai dan spanduk-spanduk yang membentang dihadapan. Kontennya menginformasikan dengan bahasa kontemporer dan menyolok bahwa ada layanan begini ada produk begitu.

Marketing membaca sambil menunggu, bercakap-cakap dan memandang karena ada pandangan, yang model beginian didengar, disimak dan dipandang oleh konsumen merupakan inovasi marketing yang efektif karena didengar dan disaksikan dengan sengaja lewat kesadaran membagi suasana dan “menyediakan waktu”, walaupun bukan untuk iklan itu. Fenomena penguasaan ruang publik seperti ini merupakan siasat yang bagus seiring dengan format waktu yang demikian padat dan kompleks. Banyaknya ruang baca maya, media kertas informasi, jadwal kerja sepanjang matahari bersinar, lalulintas padat merayap, hiruk pikuk keseharian yang padat memberikan kesan waktu yang 24 jam itu jadi seperti berkejaran dengan aktivitas dan waktu edar matahari, tak punya waktu luang yang rileks.

Untuk siar dengar, ruang imajinasi pendengar tentu berbeda dengan media televisi. Radio yang didengar sembari berkegiatan, mengendarai mobil dan lain-lain memberikan kesan ada yang menemani lewat dialog penyiar yang punya kemampuan komunikasi prima. Dan pesan marketing komunikasi yang disampaikan mampu mengajak imajinasi pendengar sampai pada tingkat “menyimpan keinginan dan mengingatnya”. Demikian juga dengan siar pandang layar kaca, kesediaan pemirsa untuk mendengar sembari menyaksikan tentu secara komunikasi lebih menghasilkan nilai tambah dan mampu menyampaikan pesan kalimat lebih bergema di ruang kesadaran rasional konsumen.

Marketing komunikasi sesungguhnya adalah penyambung lidah hasrat yang diceritakan kepada ruang publik every where dan mampu menyentuh ruang privacy konsumen secara persuasi. Setidaknya menampung ruang kesadaran rasio dan emosinya sehingga menimbulkan hasrat pula untuk menggunakannya, mengidolakannya dan bahkan menceritakannya kembali. Ini efek multifliernya.

Konsumen itu sebenarnya adalah massa mengambang, bukan anggota partai politik produk apalagi memiliki predikat loyal. Konsumen kita adalah peselingkuh sejati yang sangat mudah dipengaruhi rayuan gombal produk dan layanan. Mayoritas konsumen adalah arus air yang susah ditebak arah aliran kesetiaannya sehingga perlu jalan raya marketing komunikasi yang menuntunnya ke arah persuasi memakai suatu produk dan layanan. Tidak ada perkawinan abadi antara konsumen dengan sebuah service dan produk. Yang ada hanyalah minat dan keinginan pada keunggulan dan keunikan yang dimiliki, yang tentu nilainya seperti pergeseran klasemen sementara Liga Indonesia.

Apa yang harus dilakukan untuk mensiasati pasar yang gemar berselingkuh itu. Jawabannya ada banyak cara, beri sentuhan hangat pada konsumen dengan komitmen, kejutan yang mampu menohok hati konsumen. Lakukan komunikasi yang pantang menyerah lewat even live, sinetron, presenter, festival, karnaval sehingga ada kesan nilai tambah pada eksistensi produk atau layanan. SCTV mampu menggiring pemirsanya untuk tetap setia pada channelnya melalui media music live dan safari karnaval. Disamping itu perlu memanfaatkan ruang publik lain yang secara pengamatan on the spot belum tergarap secara optimal.

Media marketing komunikasi yang belum tergarap optimal misalnya adalah ruang siar dengar di Bis Kota, Bis Antar Kota, Taxi, Pengumuman di Stadion, Terminal Bis, Stasiun KA, Bandara, Dermaga Kapal Penumpang, VCD / DVD yang mengusung cerita film. Bank Bukopin punya ide bagus dengan preview marketing komunikasinya di awal film Nagabonar jadi Dua, ada sisipan iklan di VCD dan DVD film itu.

Karena belum tergarap secara optimal, Flexi seharusnya bisa memanfaatkan ruang itu sehingga memberikan maksimisasi nilai persuasi. Menyuarakan komunikasi marketing di Bis Kota, Bis Antar Kota, Taxi, Terminal, Bandara dan lain ruang publik diyakini mampu memberikan nilai persuasi lebih sebagai penambah tebal memori konsumen ketika konsumen punya “waktu jeda” sesaat. Teknis penceritaan maupun pola kerjasamanya tak perlu disambungrasakan di alinea ini. Inovasi marketing itu mirip bait puisi Chairil Anwar, Sekali Berarti Sesudah Itu Mati, maksudnya lakukan inovasi dengan kejutan yang tak terduga, maka penirunya tidak dapat apa-apa. Bagaimana Flexi, apa kabar Speedy?
****
(Thanks to Hn yang ikut kerja bakti menyelesaikan entri dan tentu saja ini memberikan percepatan langkah untuk next process).
(Thanks to Hr yang bersedia menyelesaikan olah datanya, ini juga bagian dari sinergi untuk menghasilkan yang terbaik).
****
Menanti di titik jelas
Mengharap kesediaan angin pantai membawa lembaran
Dan menyinggahi panorama berbukit di sudut barat daya
Dan mengabarkan keindahan pita hati yang bersulam
Dan menceritakan kedamaian pantai hati yang berpualam
Menanti di titik singgah
Sampai mentari mencari peraduan senja
****

No comments: