Friday, December 15, 2006

Sebuah Malam Yogya

Catatan Dinihari

Bukannya aku sok jaim atau apalah namanya Fren. Tapi sungguh aku gak mood kalau disuguhi adegan karaoke dengan pemandu yang “jualan badan”. Bagiku, niat itu adalah sebatas murni untuk menghibur diri dengan menyanyi setelah seharian penat melakukan aktivitas dengan mitra bisnis. Dan karena ini adalah ajakan dari mereka, sebagai rekan tentu aku penuhi ajakan itu. Tetapi ketika di ruang kaca pada sebuah pub di Yk aku dipersilakan memilih pemandu, aku tolak secara halus tanpa harus mengecewakan mereka. Dan jadilah itu, aku jadi “jomblo” dan mereka berpasangan, berduet, menari dan bernyanyi. Lantas apakah ini yang disebut keharusan manakala kita tidak ingin memilihnya. Lantas apakah ini yang disebut ketidaksamaan manakala kita tidak ingin ada yang menemani. Lantas apakah ini yang disebut dengan kepantasan manakala pemandangan didepan adalah sebuah live tengah malam.

Maka kunyanyikan saja lagu yang bisa kunyanyikan
Maka kuacuhkan saja sinar pandang yang remang-remang
Maka kudiamkan saja suasana yang tidak menyenangkan itu

Apakah kemudian ini yang disebut dengan tatacara
Apakah ini kemudian yang disebut dengan tatakrama
Apakah ini kemudian yang disebut dengan kelaziman
Apakah ini kemudian yang disebut dengan kepatutan
******
(Sudah kulaksanakan tugas dengan sepenuh hati, dan dapat diselesaikan lebih awal)
(Sudah kuuupayakan sejumlah argumen rasa, begitupun yang tergambar adalah sketsa tanpa cerita)
(Yogya, kerinduan itu adalah menemani jalan-jalan sepanjang pedesterian, memahami rintik hujan sembari menyebar titik pandang ketika dinner menjadi sesuatu yang menyenangkan.)

No comments: