Thursday, February 08, 2007

Menderu dan Menerpa

Sepohon angin kering menderu dan menerpa sekujur diri serta memberitakan cerita tentang kekurangpantasan, tentang kekurangjelasan, tentang pernik yang bersinggungan dengan papan estetika bertuliskan rambu etika. Perlukah harus dijelaskan dengan beberapa alinea bahwa semua itu tetap berada dalam kontrol sikap dan tidak sejelek apa yang disudutpandangkan itu. Bahwa kemudian ada perbedaan cara pandang, sejauh masih berada pada koridor kepantasan, sah-sah saja dan tidaklah menjadi catatan bergaris tebal. Tetapi ketika kemudian melampaui hotmix yang seharusnya, perlu jua aku jelaskan bahwa semua aneka prasangka itu tidak sebopeng yang dianggapkan, tidak semendung yang disangkakan.

Kali saja ada yang menjadi hiperbola dalam menanggapi posisi diri ini. Kali saja ada yang menjadi kurang bersahabat dengan metode pertemananku. Aku tidak melihat itu sebagai sesuatu yang tidak pas, bagiku cara gaulku adalah berupaya menempatkan nilai kedekatan dengan personifikasi pertemanan yang bernuansa keakraban. Dan itu menjadi standar luas, sekaligus memberikan kuantitas pertemanan yang luas. Teman-temanku banyak dari segala lapisan dan strata, dan diantara semua itu tentu ada beberapa yang masuk kategori cantik menarik.
Dan semuanya adalah bagian dari alinea kisah yang memberikan warna dan pernik pelangi di keseharianku. Semuanya menyenangkan, ada group milis yang selalu menjadwalkan lunch berkala, ada milis CMI, ada milis KbsKs, ada kelompok MM, ada boulevard girl, ada CC group, ada yang kumpulan personal. Dan meminjam ungkapan seorang teman, banyak teman banyak rezeki, sudah pula terbukti. Ada yang kirim bingkisan, ada yang kirim kado, ada yang barter buku, ada yang inget oleh-oleh dan lain-lain. Artinya jadi juga bagian rezeki yang diamini sebagai berkah. Atau ada yang ngajak lunch bareng, atau ada yang ngajak diskusi, atau ada yang traktir jajanan, atau berkaraoke, atau sekedar bercanda via milis atau telepon. Semua itu adalah fragmen yang senantiasa mewarnai jalan-jalan hariku.

Lantas, nilai apa yang harus dicocokkan ketika ada angin kering menderu dan mengabarkan berita kelabu atau sekedar april mop. Aku tidak ingin menanggapinya apalagi harus beradu argumen. Etika gaulku tetap memegang nilai, cara pertemananku tetap menjalin silaturrahmi dengan kedekatan personal, bukan sekedar formalitas. Jadi biarkan saja angin itu menderu dan aku hanya ingin menyatakan pada sejumlah ruang, pada sejumlah halte, pada sejumlah pohon bahwa tidak ada yang mesti di tipp ex dalam catatan cerita, dalam langkah kisahku. Bagiku semuanya adalah dalam kontrol diri, dalam basis standar etika. Begitu pun tidaklah aku ingin berdebat panjang tentang cerita jalan kisah ini sebagai pembenaran subyektivitas.
Yang jelas tidak ada yang melewati batas, tidak ada yang menyinggung titik singgung. Kalau ada yang menjadi tidak pas pada setitik langkah, mungkin saja dia merasa menjadi protagonis yang tak dicat ulang. Tetapi apa memang perlu dicat ulang, temtu tidak jawabku ringan. Dan biarlah anjing menggonggong kafilah berlalu. Biar orang mau bilang apa, sejatinya akulah pemilik hatiku, dan aku yang mengetahui ornamen perabot didalamnya, kamar hatiku, ruang hatiku, rasa hatiku.

(Thanks to Rd, Jf yang tetap semangat ketika kita bercerita tentang kebersamaan past tense, bahwa kemudian berangkai menjadi cerita balas-balasan via milis, itu menandakan ada yang cantik di seputar tema cerita kita).

(Thanks to Ty, sapaan pagi mengantar spirit bekerja dan menandakan ada nilai pertemanan yang menggaris dan membentuk kelugasan berbalas cerita, berbalas pantun, dan tentu saja kebersamaan beberapa saat).

(Thanks a lot for My, apresiasi tentang penyeleaian tugas itu mampu menanamkan rasa kebersamaan menjadi personifikasi kekuatan dan sekaligus ruang untuk argumen finishing. Sekali lagi aku berterimakasih banget sama kamu).
*****

No comments: