Sunday, February 18, 2007

RING

Ring Satu

Sabtu dan Ahad adalah menikmati ring satu bersama keluarga. Dan aku memang lagi libur kuliah. Menyenangkan dan menjalani hari dengan melepaskan atribut rutinitas dan atau aktivitas yang kadang memberikan adrenalin dan keletihan. Sabtu dan Ahad ini kunikmati dengan shopping and lunch bareng keluarga, belanja kebutuhan bulanan di swalayan populer di kota ini, menikmati McD, menikmati RM Sdrn yang terkenal itu, mencuci sinar pandang dan tentu saja membelikan dan memberikan sesuatu yang diminati oleh my wife, si sulung nan cantik dan si ragil nan tomboy. Ya permintaan mereka kupenuhi semuanya dan diatas semua ini ucapan terimakasih dengan bahasa kemanjaan terlontar. “ Makasih ya Pa” kata mereka. Aku senang dan karena ini kawasan ring satu, maka nilai senang itu tentu juga bercampur bahagia dan bangga.

Di kawasan ring satu ini segalanya kutumpahkan, rasa sayangku, rasa kasihku semuanya kuberikan pada bentangan ruang responsibility. Ring satu ini adalah rentang teritori yang total menjadi wilayah mutlak kedekatan dan kebersamaanku. Ruang komunikasi dan sinergi menjelaskan hakekat tanggung jawab itu. Maka perintahnya adalah : Mari kita jalani dengan kecerahan hati dan kejernihan pandang. Aku menikmati dua hari yang ceria, aku menikmati dua hari yang cerah dan jalan-jalan di ring satu adalah keindahan membagi kebersamaan dan keteduhan.
******
(Alhamdulillah secara musyawarah, dinamika warga yang sempat panas selama seminggu ini berhasil kudinginkan dengan memberikan solusi, teguran dan peringatan agar persoalan internal hak dan kewajiban diselesaikan dengan kondusif, bukan malah melibatkan warga yang lain. Setidaknya decision malam ini memberikan kejelasan pada konten persoalan yang mestinya diselesaikan dengan koridor perjanjian. Bukan malah melebarkan masalah ke asesories yang gak perlu).
(Catatan Ahad)
****
Ring Dua

Menulis bagiku adalah kawasan ring dua yang mampu mengolah unjuk hati, unjuk rasa, unjuk senang, unjuk duka, unjuk jengkel, unjuk sayang, unjuk rindu pada some one or some thing yang menjadi center of attention. Maka ketika aku suka, kutulislah rangkaian kisah kesukaanku, yang memberikan persepsi dengan kompulasi baris kata membentuk perspektif kalimat. Aku tuangkan, aku ungkapkan, aku rasakan, aku nikmati.

Bagiku menulis tentang rasa dan rasio adalah pintu gerbang untuk menjalankan perintah hati dan mengumumkan pesan rasa dan rasio dengan kesanggupan menyatakan tutur hati menjadi tutur tulis. Aku senang manakala kuselesaikan satu artikel, aku senang manakala kuselesaikan satu bait puisi, aku senang manakala kuselesaikan satu cerita pendek atau novel, aku senang manakala kuselesaikan dengan kompromi hati yang jernih.

Ring dua ini memberikan makna padaku bahwa kawasan ini menjadi teritori privacy yang kumiliki, kukelola dan kunikmati berdasarkan persepsiku. Aku tidak merasa perlu memintakan persetujuan siapapun terhadap hasil karya yang kuhasilkan. Untuk artikel misalnya, tidak perlu minta lampu hijau dari siapapun. Berdasarkan moodku kukirim saja dan ternyata dimuat, ya alhamdulillah. Gak dimuat ya gak papa, tapi hampir seluruhnya dimuat, artinya memang tetap menjadi santapan tema pada setiap periode.
(Catatan Sabtu)
****
Ring Tiga

Rekan kerja itu adalah sisi langkah pada keseharian interaksi yang mampu memberikan suasana kedekatan, keakraban, dinamika dan cara pandang. Di keseharian rutinitas ada proses penggabungan realisasi komunikasi dan sinergi dengan bumbu penyedap guyonan, ledekan, canda dan bahasa informal.

Begitupun bagiku ada sisi privacy yang menjadi rambu sampai dimana batas tata cara penerimaan kedaulatan dalam konteks kebersamaan dan kesepahaman. Sedekat apapun, rekan kerja itu adalah kawasan ring tiga yang tentu saja secara pertautan rantai kesamaan cara nilai dan persepsi tetaplah menjadi “orang lain”. Jadi dasar yang diambil adalah mengejawantahkan sikap pandang untuk tetap menjaga jarak agar tidak menjadi sisi yang mengenakkan di depan tutur sapa tapi senyatanya tidak di belakang diri.

Aku merasakan itu. Ada rekan yang secara tata gaul baik banget namun sebenarnya di belakang aku, tidak sejernih yang dibayangkan. Rekan seperti ini adalah tipe orang yang merasa superior dan seakan dialah yang TER ( terbaik, terpandai, terpintar, terhebat etc, etc). Sewotnya adalah tidak boleh ada orang lain yang lebih baik darinya. Bahasa terangnya adalah : gak senang liat orang senang or senang liat orang susah. Nah menghadapi tipe rekan seperti ini, aku mencoba melihat realitas kondisinya dan setelah kupelajari, semua itu based on keletihannya menghadapi rutinitas persoalan yang ada didepan yang tak berubah, menjadi beban diri, beban hati.

Ada lagi yang berlaku seperti priyayi, sok wibawa, sok merasa gak butuh teman. Nah tipe teman seperti ini yang aku juluki seorang yang gagah gemulai. Dan setelah kuselidiki dengan rekan yang pernah bersinergi dengannya memang gak jauh beda dengan yang aku persepsikan : selalu memandang remeh rekannya dan selalu memandang rekannya salah melulu, Cuma dia yang benar. Dan ternyata latarnya adalah seorang yang pengecut, jomblo seumur hidup, egois karena gak pernah berbagi kasih dengan pasangannya, merasa single fighter, gak butuh perempuan yang lembut mengasihi. Jadilah dia sebagai orang yang bernilai banci, banci dalam segalanya. Kalau ada dinamika dalam sinergi kerja, gak berani ngomong di meeting formal, tapi main dibelakang, ngomongin bahwa dia yang benar, temannya yang salah. Aku merasa kasian dengan rekan ini, kasian dengan kehidupannya yang abnormal itu, banci, pengecut dan sok priyayi lagi padahal mentalnya lontong sayur.

So, bagaimanapun rekan itu adalah kawasan ring tiga dan aku harus tetap menjaga ritme gaulnya agar menjadi batasan yang wajar, tidak ingin terjebak dalam wilayah kedaulatan privacy dan tidak gegabah menjulurkan komunikasi informal. Rekan seperti yang kugambarkan itu ada di keseharian rutinitas. Dan mereka ada di depanku. Aku tertawa bercampur kasian, kasian deh lu.
(Catatan Jumat)
*****

No comments: