Sebuah paragraf yang tersimpan mengatakan
Adalah sebuah manifes yang menjadi ruang pandang
Sekaligus memuntahkan segumpal lendir kue basi
Yang disajikan sebagai menu omongan tak bermakna
Ya, demikianlah siaran pandang dengar
Mendengar guru bermental autis dan berkudis
Mendengar celotehan penjual obat bermental iri
Menyaksikan fragmen yang dimainkan dengan tema dengki
(Kasihan itu terhapus oleh sikapnya yang butek dan keruh)
Bagaimana mungkin bisa sampai seperti itu
Adalah kisahnya jua yang membuatnya merasa ter
Ter (terhebat, terbaik, terpesona)
Tapi bagiku justru seperti ter yang lain, sejenis aspal
Yang diinjak, yang dilalui tanpa bisa meronta
Ruang yang dihirupnya adalah memerankan ego berdaun kaktus
Ruang yang dilaluinya adalah memainkan peran bunglon
Ruang yang dilaluinya adalah menuliskan kalimat dengki berlapis iri
Antagonisnya dikira sebagai peran utama
Protagonisnya dikira sebagai pusat kekuatan diri
Padahal sejatinya mentalnya adalah autisme berbaju khasad
Padahal sejatinya sikapnya adalah belum mampu bijak
Karena keletihan beban
Karena keletihan asa
Karena keletihan harap
Karena keletihan jasad
Autisnya adalah kekalahan pada kelegaan sikap bening hati
*****
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment