Wednesday, April 25, 2007

Aura, Rona, Rasa

Percakapan itu adalah menyampaikan sisi inner yang disuarakan melalui kalimat langsung yang mengalir mengikuti irama kemauan inner. Percakapan itu juga mengidentifikasikan adanya hasrat dan keinginan untuk menyampaikan pesan hati, apalagi ketika yang diextract adalah isi hati itu sendiri, tentu yang disuarakan adalah suasana yang mewarnai sekujur ikatan organ yang menggaris dan membentuk kluster yang bernama “kata hati”.

Anggrek, banyak yang sudah diceritakan sepanjang matahari, banyak yang sudah diungkap sepanjang bulan purnama, banyak yang sudah dituang pada sejumlah kanvas bahwa pesonamu adalah cerita tentang kembang setaman yang menghias pita hati, melapisi setiap langkah kebun hati dan mampu memberikan gairah keharuman pada nilai perjalanan yang kudapatkan. Pada sisi itu jua adalah keniscayaan yang tertoreh pada setiap koridor yang dilewati everyday, menyemai kebeningan rasa, bermandikan parfum keindahan langkah diri.

Anggrek, perjalanan tidaklah harus bersisian pada kebersamaan mengisi ruang tetapi ada saat ketika tidak harus menatap, memandang atau bahkan memetik. Perjalanan adalah ruang bacaan yang dicerna dengan kesanggupan hati memilah antara aura dan rona. Keduanya, aura dan rona adalah pemantik semangat dan spirit ketika mencium keharuman wangi bunga yang mengembang di kamar hati. Dan ketika kebersamaan perjalanan harus melalui titik simpang, maka aku tetap harus menjalankan perjalananku, perjalanan yang aku juga tidak tahu kapan batasnya. Aku meyakini, bahwa halte demi halte yang sudah dan akan kulalui adalah senantiasa mengukir keindahan sekuntum bunga anggrek yang mampu mengharu biru ruang pita hati, kamar hati.

Anggrek, persetujuan tentang kesamaan rasa adalah jalinan yang mampu menganugerahkan nilai cum laude pada judul tesis “kata hati”. Tidak ada definisi yang mampu memberikan titik rasional ketika hati menyampaikan pesan itu. Maka tidaklah salah kalau pesan itu kemudian dialiri saja mengikuti alur rasa dan diucapkan sebagai ungkapan. Tanyakanlah pada ruang hatimu, sejauh mana nilai kesamaan itu mencapai kadar tertingginya. Tanyakanlah pada kamar hatimu ketika dialog imajiner menemani dirimu, apakah memang ada rasa itu pada dirimu, apakah ada aura dan rona yang menyelimuti hatimu untuk sebuah nama. Tanyakanlah dengan kebeningan hati, bukan dengan ego diri.

Anggrek, ungkapan itu adalah kata hati dan pembuktian tentangnya bukanlah dalam konteks timbal balik tetapi adalah pembuktian nilai ungkapan itu sendiri. Meskipun begitu tidak jua aku harus mempersamakan persepsiku untuk dijadikan definisi yang sama ketika engkau memberikan sudut pandang yang berbeda. Aku hanya ingin sampaikan pesan hati dan engkau pun mendengarnya dengan kata hati, tidak dengan asesories yang lain. Maka nilai kata hati itu pula yang akan memberi pesan pada sinar mata bahwa kata hati adalah ungkapan sinar mata.

Anggrek, aku ingin melanjutkan perjalananku, mohon maaf atas segala hal yang tidak pada koridornya, semoga engkau baik-baik saja, karena aku juga baik-baik saja (seperti lirik lagu Gita Gutawa). Tetapi ini bukanlah permainan, bukanlah senda gurau. Ini adalah cerita tentang pesona, cerita tentang rasa, cerita tentang aura dan rona. Dan pesonamu yang mengharu biru kamar hati adalah kisah tanpa epilog yang mampu memberikan keindahan pada rumah hatiku.
*******





No comments: