Tuesday, April 24, 2007

Signifikansi, Garis-Garis

Memahami makna yang dilepas lewat nafas panjang adalah menggariskan definisi yang sudah disetujui dengan kemampuan komprehensif. Aku hela nafas panjang itu dan mencoba menggali kembali pemahaman pada setangkai makna yang selalu menyampaikan yang tak terbaca. Kucoba cerna dan menggaris-garis signifikansi yang dibangun di atas jembatan keyakinan.

Ya keyakinan itu menjelaskan sejumlah sudut pandang, bahwa kedalaman rasa adalah galian yang tak habis dianalisisi melalui mekanisme tesis sekalipun karena dia adalah kaca dan cermin sepanjang cerita insan yang didapatkan. Galian yang kudapat sejauh ini adalah mengantarkan pola pikir pada ketulusan, kepolosan dan kearifan yang dijelmakan dalam cara pandang dan pola tindak.

Kesimpulannya adalah tidak ada yang salah dalam cara aku berjalan, tidak ada yang salah dalam cara aku bersantun diri, tidak ada yang salah dalam aku bertutur. Biasa saja dan merupakan bagian dari layout yang sudah dibordir di sejumlah titik simpul.

Lantas ketika kelabu dan awan menutupi ruang pandang hanya karena arogansi sektoral dan kedengkian yang ditransformasikan melalui tema iri dan dengki, secepatnya aku menanam pagar keyakinan, bahwa itu adalah penyakit hati yang bernama khasad, senang lihat orang susah dan susah lihat orang senang. Aku sebenarnya kasihan melihat sosok yang diselimuti dengan karakter model beginian, tetapi juga sebel dengan pembenaran subyektifitas dan pembentukan opini.

Dan itulah fundamen yang kuceritakan agar menjadi perbaikan di kemudian hari, ada teguran, ada bimbingan dan ada arahan. Bahwa interaksi adalah dinamika, aku setuju banget tapi kalau definisi dinamika dipahami sebagai penjungkirbalikan makna, maka jawabanku adalah melakukan umpan balik pada hirarki yang lebih tinggi sekedar menceritakan kabar yang digariskan lewat definisi arogansi.
Intelektualitas dibangun dari kearifan dan kebijaksanaan, bukan pamer omongan dan adu omongan based on kompetensi atau yang sebangsa dengannya. Toh delapan jam itu adalah bagian dari yang duapuluhempat jam, bukanlah jaminan akan eksistensi yang sebenarnya. Jelmaan sikap itu yang diterminasi melalui superioritas niscaya akan memberikan nilai kurang dimata hati, dan sikapku jelas, lebih baik berikan umpan balik ke yang lebih memahami, setidaknya ada obyektifitas yang dapat dikembangkan sebagai second opinion.
*****

No comments: